China Optimistis Negosiasi Dagang dengan AS Belum Berakhir

Bisnis.com,12 Mei 2019, 08:18 WIB
Penulis: Annisa Margrit
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kiri) bersama Presiden China Xi Jinping dalam sebuah pertemuan di Beijing, China, Kamis (9/11/2017)./Reuters-Damir Sagolj

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah China dan AS diklaim sepakat untuk menggelar pembicaraan dagang lanjutan di Beijing, China.
 
Wakil Perdana Menteri (PM) China Liu He menyampaikan optimismenya terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan atas hubungan dagang kedua negara. Namun, dia mengakui ada beberapa hal prinsipil yang sulit diabaikan China.
 
"Negosiasi belum berakhir," ujar Liu, seperti dilansir Reuters, Minggu (12/5/2019).
 
Dia melanjutkan meski ada beberapa kemunduran, tapi hal itu disebutnya normal dan tidak bisa dihindari dalam pembicaraan dengan Negeri Paman Sam.
 
"Saat ini, kedua pihak telah mencapai pemahaman bersama dalam banyak hal, tapi sejujurnya, ada pula sejumlah perbedaan. Kami pikir perbedaan-perbedaan ini adalah isu yang signifikan. Kami tidak bisa mengalah dalam isu-isu prinsipil," tegas Liu.
 
Meski menyatakan akan ada pembicaraan lanjutan di Beijing, tapi tidak disebutkan detailnya. 
 
Optimisme ini merupakan kebalikan dari pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) AS Steven Mnuchin yang mengatakan bahwa belum ada rencana melanjutkan pembicaraan dengan China untuk saat ini.
 
Adapun perbedaan yang dimaksud Liu di antaranya adalah tarif impor. China merasa tarif impor adalah isu utama dari keseluruhan perang dagang ini dan jika kedua negara ingin mencapai kesepakatan, maka semua tarif harus dihapuskan.
 
Perbedaan kedua adalah masalah pengadaan atau pembelian. Kedua negara sudah menyetujui konsensus awal yang dicapai di Argentina pada akhir tahun lalu. Namun, sekarang ada perbedaan pandangan mengenai volumenya.
 
Perbedaan ketiga menyangkut keseimbangan isi perjanjian dagang. Liu mengatakan setiap negara memiliki martabat, sehingga teks perjanjian harus seimbang.
 
Belum jelasnya kelanjutan penyelesaian sengketa dagang ini dibayangi oleh keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengimplementasikan kenaikan tarif impor menjadi 25 persen bagi produk-produk Negeri Panda bernilai US$200 miliar, yang berlaku per Jumat (10/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini