Kemenperin Ungkap Penyebab BMAD, Safeguard Tak Signifikan Bangkitkan Industri

Bisnis.com,14 Mei 2019, 11:10 WIB
Penulis: Andi M. Arief
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Presiden Direktur Mayora Group Andre Atmaja (kanan) meninjau proses pengemasan produk Mayora di sela acara Pelepasan Kontainer Ekspor ke 250.000 ke Filipina, di Bitung, Tangerang, Banten, Senin (18/2/2019)./ANTARA-Muhammad Iqbal

Bisnis.com, JAKARTA - Sejak 2008, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mencatat 17 produk yang dikenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) berupa bea masuk anti-dumping (BMAD) maupun safeguard. Sejauh mana efektifitasnya?

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berpendapat tindakan pengamanan perdagangan (TPP) yang dilakukan KPPI baik berupa BMAD maupun safeguard tidak memberikan efek yang signifikan dalam peningkatan utilisasi pabrik industri domestik. Pasalnya, Kemenperin menilai waktu yang dipakai KPPI dalam melakukan investigasi terlampau lama

Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin Reni Yanita mengatakan bahwa KPPI kerap memilih menggunakan waktu maksimal dalam menginvestigasi pengajuan BAMD maupun safeguard atau 2 tahun. Menurutnya, BMAD maupun safeguard yang diberikan tidak signifikan ketika industri yang mengajukan itu sudah tertatih-tatih.

“Menurut kami, ketika industrinya sudah ngap-ngapan instrumen itu harus cepat diambil. Jadi, jangan takut [mengambil keputusan] kementerian [atau lembaga] lain,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (13/5/2019).

Reni menambahkan penggunaan instrumen PP di negara lain banyak dan mudah digunakan. Reni mencontohkan kasus pada industri makanan dan minuman di Filipina.

Menurutnya, sektor manufaktur Filipina dengan cepat mengambil keputusan pada saat produk kopi bungkus PT Mayora Indah Tbk. Dinilai membanjiri pasar Filipina. “Dia [sektor manufaktur Filipina] merasa kopi [bungkus] Mayora membanjiri pasar, akhirnya [Mayora] diminta menggunakan bahan baku kopi lokal.”

Selain itu, Reni mengutarakan para pemangku kepentingan di sektor manufaktur juga harus berkomunikasi secara intens agar bahan baku bisa diproduksi di dalam negeri, tapi sektor hilir tidak mati. Reni berujar komunikasi intens akan memungkinkan produksi industri hulu dimanfaatkan oleh industri menengah maupun hilir alih-alih diekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini