Menanti Gebrakan Manajemen Baru Bank BJB

Bisnis.com,14 Mei 2019, 13:07 WIB
Penulis: Tegar Arief & Muhammad Khadafi
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (tengah) didampingi Direktur Utama Bank bjb terpilih Yuddy Renaldi (kelima kanan) bertumpu tangan bersama dengan jajaran Direksi Bank bjb seusai RUPST di Bandung, Selasa (30/4/2019)./ANTARA-M Agung Rajasa

Bisnis.com, JAKARTA — Pekerjaan rumah menanti tim manajemen baru PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (Bank BJB). Sebab, bank yang mayoritas sahamnya digenggam oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini sempat dirundung masalah internal dan penurunan kinerja.

Dalam rapat umum pemegang saham akhir bulan lalu, mantan SEVP Remedial dan Recovery PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Yuddy Renaldi diangkat menjadi Direktur Utama.

Figur lain yang dicomot dari pihak eksternal adalah Rio Lanasier, mantan Direktur PT Bank JTrust Indonesia Tbk. yang menjabat sebagai Direktur IT, Treasury, dan Internasional Banking.

Selebihnya, nama lama masih mengisi posisi direktur. Sebut saja Agus Mulyana (Direktur Kepatuhan), Suartini (Direktur Konsumer dan Ritel), dan Nia Kania (Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko).

Nama lain yang mengisi posisi direktur adalah Teddy Setiawan, Direktur Operasional, dan Beny Riswandi, Direktur Komersial dan UMKM. Keduanya merupakan pejabat karir di Bank BJB.

Kendati masih didominasi muka lama, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memastikan bahwa figur yang mengisi posisi direktur memiliki kompetensi yang mumpuni.

“Sudah diproses di OJK [Otoritas Jasa Keuangan], dan ada penambahan posisi direktur dari sebelumnya enam menjadi tujuh,” kata pria yang akrab disapa Emil di Bandung beberapa waktu lalu.

Dia menambahkan, terpilihnya Yuddy sebagai direktur utama merupakan masukan dari OJK. Yuddy dinilai memiliki pengalaman lama di dunia perbankan, yakni di BNI dan Bank Mandiri. ”Dia punya pengalaman mengelola bank BUKU IV,” ujarnya.

Sementara itu, tugas berat menanti Yuddy. Setidaknya, ada dua pekerjaan rumah yang harus ditangani. Pertama mandat untuk membawa Bank BJB naik kelas ke bank umum kelompok usaha (BUKU) IV, dan kedua menyelesaikan masalah internal yang cukup kompleks.

Yuddy sendiri mengakui tugas yang diemban sangat berat. Untuk naik kelas menjadi BUKU IV, BJB harus memiliki modal inti setidaknya Rp30 triliun. Langkah jangka pendek adalah penghimpunan dana di pasar modal menjadi pilihan.

Per Maret 2019, modal inti BJBR sebesar Rp9,56 triliun. Artinya bank membutuhkan sekitar Rp21 triliun untuk naik kelas.

Selain fund raising di pasar modal, Bank BJB juga akan mencari pinjaman dari luar negeri. “Performance [kinerja persahaan] Bank BJB sangat menjanjikan. Sudah ada beberapa founder ekuitas tertarik,” ungkapnya.

PERLU BERBENAH

Dari sisi kinerja, Yuddy juga perlu berbenah. Pasalnya, laporan keuangan Bank BJB per kuartal I/2019 tercatat negatif, karena laba dan dana pihak ketiga merosot, sedangkan aset terbilang stagnan.

Laba bersih perseroan per Maret 2019 tercatat Rp420,79 miliar, turun 9,13% secara tahunan (year-on-year/yoy). Profitabilitas perseroan tertekan oleh pendapatan bunga bersih yang turun 1,97% yoy menjadi Rp1,49 triliun.

Sementara itu, defisit arus kas neto yang diperoleh dari aktivitas operasi kian melebar. Per akhir kuartal I/2019, defisit arus kas operasi BJBR mencapai Rp7,32 triliun, naik 16,79% dibandingkan dengan periode sebelumnya Rp6,27 triliun.

Catatan negatif kinerja perseroan telah bertahan beberapa waktu terakhir. Hal itu membuat rasio profitabilitas BJB terus menurun. Secara berurutan, return on asset (ROA) sejak 2016—2018 sebesar 2,22%, 2,01%, 1,71%. Begitu pula dengan return on equity (ROE) yang melorot dari 21,81% pada 2016 menjadi 18,31% per Desember 2018.

Masalah yang terberat adalah pembenahan internal. Yuddy harus membawa Bank BJB kembali ke tujuan awal yakni menjadi bank pembangunan daerah, dan menjalin sinergi dengan BUMD dan BUMN.

Kasus kredit fiktif senilai Rp548 miliar yang melanda anak usahanya, yakni Bank BJB Syariah juga harus segera dituntaskan. Apalagi, muncul dugaan kasus ini melibatkan sejumlah oknum rezim lama.

Satu direktur bank disebut-sebut terlihat dalam kasus yang dilaporkan oleh PT Safe Insurance Brokers (SIB) itu, dan sempat mangkir dari panggilan Polda Jawa Barat untuk dimintai keterangan pada awal bulan lalu.

Dia diduga terlibat dalam pemindahan pengelolaan asuransi dari SIB kepada perusahaan asuransi lain, sehingga SIB yang merasa dirugikan melapor ke pihak kepolisian.

Yuddy menegaskan akan mengakomodasi seluruh masukan untuk menjalankan bisnis bank yang bermarkas di Bandung ini. “Intinya yang selama ini mungkin tidak disentuh akan kami coba akomodasi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farodilah Muqoddam
Terkini