Abe Fokus Kebijakan Ekonomi Domestik

Bisnis.com,16 Mei 2019, 10:42 WIB
Penulis: Nirmala Aninda
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berdiskusi dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (kedua kanan) saat pertemuan KTT G-7 Outreach Sesi I di Ise-Shima, Jepang, Jumat (27/5)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan kali ini pemerintahannya akan menopang permintaan domestik sebagai program prioritas di tengah pelemahan data ekonomi menyusul rencana kenaikan pajak penjualan pada Oktober mendatang.

Sebelumnya, Abe sudah dua kali menunda kenaikan pajak sementara pemerintahannya telah bertekad untuk menaikkan pajak dari 8 persen menjadi 10 persen untuk mengurangi beban utang dari negara maju tersebut.

Meski demikian, komentar Abe belum lama ini mengindikasikan adanya keraguan dengan kebijakan kenaikan pajak yang sebelumnya justru memutar balik kondisi ekonomi Jepang.

"Kami memperhatikan pelemahan pada ekspor dan produksi pada sejumlah sektor, serta perlunya meningkatkan perhatian khusus terhadap ekonomi luar negeri di masa depan," ujar Abe setelah pertemuan Dewan Kebijakan Ekonomi dan Fiskal, seperti dikutip melalui Bloomberg, Kamis (16/5/2019).

"Sangat penting untuk mengamankan siklus pertumbuhan dan distribusi yang baik dengan mendukung permintaan domestik," tambahnya.

Tidak jelas apakah Abe menyinggung kemungkinan penundaan kenaikan pajak. Abe dengan segera melanjutkan konferensi pers dengan merujuk pada pentingnya menaikkan upah minimum.

Indikator ekonomi Jepang baru-baru ini menunjukkan pelemahan, yang dapat meningkatkan tekanan bagi Abe terhadap kebijakan yang memiliki oposisi publik kuat.

PMI Indeks pesanan ekspor baru turun pada kecepatan yang lebih tajam menjadi 47,8 dari 48,1 pada bulan Maret.

Pada saat yang sama, output industri Jepang turun menjadi 4,6 persen secara tahunan pada Januari-Maret pada laju tercepat dalam hampir lima tahun.

Realisasi ini menunjukkan ekonomi mungkin mencatat kontraksi ringan pada kuartal pertama karena produsen berjuang dengan perang dagang dan perlambatan ekonomi China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Tegar Arief
Terkini