Film Dokumenter The Woven Path Gambarkan Nasib Perempuan Sumba di Balik Belis

Bisnis.com,20 Mei 2019, 13:05 WIB
Penulis: Eva Rianti
Para kru film dokumenter The Woven Path dan Perempuan Tana Humba/ Bisnis-Eva Rianti

Bisnis.com, JAKARTA – Film dokumenter ‘The Woven Path dan Perempuan Tana Humba’ menyajikan fakta tentang adat dan budaya Sumba, salah satunya adalah belis.

Film produksi Tanahkhir Films tersebut terbagi dalam dua bagian film pendek. Pertama, The Woven Path merupakan film dokumenter puitis tentang dua puisi bertema ibu yang ditulis dua penyair dari dua generasi berbeda, yakni Diana Timoria dan Umbu Landu Paranggi. Film ini berdurasi 10 menit.

Sementara film dokumenter kedua ‘Perempuan Tana Humba’ bercerita tentang tradisi dan budaya di Sumba dan dampaknya terhadap perempuan. Film yang berdurasi 30 menit ini bercerita dalam tiga babak, yakni Marapu, Belis, dan Perkawinan.

Sang sutradara, Lasja F. Susatyo mengatakan, babak Belis, atau dalam bahasa Sumba disebut mas kawin, menggambarkan sebuah tradisi perkawinan yang terjadi dan lebih dikenal sebagai sistem 'jual beli'. Setelah pemberian belis pengantin perempuan menjadi hak dari keluarga pengantin laki-laki.

“Melalui babak ini kita akan melihat bagaimana pengaruh belis terhadap posisi perempuan Sumba dalam keluarga dan masyarakat,” ujarnya.

Lasja menjelaskan, film ini tak hanya menunjukkan keindahan alam Sumba ataupun kekentalan budaya dan tradisi masyarakat Sumba, tetapi juga membuka diskusi mengenai problematika posisi perempuan di daerah Indonesia Timur tersebut.

“Saya ingin mengangkat tema perempuan dalam adat tradisi di Sumba [Timur] hari ini, terutama kaitannya dengan Belis [mahar] dan perkawinan yang kerap masih sangat memberatkan,” lanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti budaya Sumba Olin Monteiro mengatakan, ritual belis masih dilakukan, terutama di Rende, salah satu kerajaan di Sumba yang dikenal paling kental dalam pelaksanaan adat dan budaya Sumba.

Dia bercerita, masyarakat Sumba meyakini bahwa apa yang keluar harus kembali. Jadi, jika anak perempuan keluar, harus ditutup dengan hewan ternak sebagai pengganti agar menciptakan keseimbangan.

“Budaya belis bisa menghabiskan uang yang sangat banyak. Setidaknya untuk belis satu ekor kerbau saja bisa mencapai Rp100 juta dan seekor kuda sekitar Rp15—20 juta. Jumlahnya yang dibutuhkan dalam belis pun bukan satu atau dua, bisa puluhan hingga ratusan ekor untuk sekali prosesi adat tersebut,” tuturnya.

Olin menjelaskan, dalam penentuan jumlah ternak, sebenarnya ada negosiasi yang dilakukan oleh keluarga yang berkepentingan. Sayangnya, perempuan tidak dilibatkan untuk melakukan negosiasi. Dan nyatanya, dengan jumlah tanggungan ternak yang begitu banyak, masyarakat menjadi terbebani secara ekonomi.

Bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, film yang diproduseri oleh Mandy Manhimin dan didanai grant Ford Foundation ini rencananya tidak akan ditayangkan di bioskop, melainkan disuguhkan ke berbagai sekolah di Sumba dan seluruh Indonesia pada Juli 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini