Rupiah Menguat, IHSG Tembus Level 6.100 Pada Akhir Sesi I

Bisnis.com,27 Mei 2019, 13:08 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Karyawati berbincang di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (21/7)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlanjut pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Senin (27/5/2019), sejalan dengan bertahannya apresiasi nilai tukar rupiah.

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG menguat 0,74 persen atau 44,58 poin ke level 6.101,94 pada akhir sesi I dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Jumat (24/5), IHSG ditutup menguat 0,41 persen atau 24,66 poin di level 6.057,35, penguatan hari kedua berturut-turut.

Sebelum melanjutkan penguatannya indeks sempat tergelincir ke zona merah dengan dibuka turun tipis 0,02 persen atau 0,94 poin di posisi 6.056,41. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 6.054,77 – 6.108,73.

Delapan dari sembilan sektor menetap di zona hijau, dipimpin sektor infrastruktur (+1,50 persen) dan industri dasar (+1,44 persen). Adapun sektor aneka industri turun 0,12 persen.

Sebanyak 222 saham menguat, 144 saham melemah, dan 267 saham stagnan dari 633 saham yang diperdagangkan.

Sejalan dengan IHSG, nilai tukar rupiah menguat 10 poin atau 0,07 persen ke level Rp14.382 per dolar AS di tengah penguatan mata uang emerging market di Asia.

Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang masing-masing naik 1,52 persen dan 2,08 persen menjadi pendorong utama penguatan IHSG siang ini.

Indeks saham lainnya di Asia mayoritas ikut menguat. Indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang masing-masing naik 0,40 persen dan 0,36 persen.

Adapun di China, dua indeks saham utamanya Shanghai Composite dan CSI 300 masing-masing menguat 0,89 persen dan 1,05 persen.

Dilansir Reuters, bursa saham China berhasil melonjak setelah mencapai level terendahnya dalam tiga bulan di awal sesi perdagangan, didorong spekulasi investor atas dukungan kebijakan pemerintah China untuk meringankan dampak akibat tarif dari Amerika Serikat (AS).

Menurut data yang diterbitkan oleh Biro Statistik Nasional (NBS) China pada Senin (27/5/2019), laba industri turun 3,7 persen y-o-y menjadi 515,4 miliar yuan (US$74,80 miliar) pada April. Padahal, raihan laba industri mampu melonjak 13,9 persen pada Maret, kenaikan terbesar dalam delapan bulan.

Fakta ini memberi lebih banyak tekanan pada pembuat kebijakan untuk meningkatkan dukungan bagi ekonomi Negeri Tirai Bambu yang telah terdampak perang perdagangan dengan AS.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Taufikul Basari
Terkini