Penurunan GWM Dinilai Lebih Efektif Ketimbang Pangkas Suku Bunga

Bisnis.com,20 Jun 2019, 17:14 WIB
Penulis: Hadijah Alaydrus
Karyawan melintas di dekat logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Senin (25/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- CORE Indonesia menilai pelonggaran kebijakan Bank Indonesia (BI) melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) lebih efektif dibandingkan penurunan suku bunga dalam melonggarkan likuiditas bagi bank. 

Direktur Riset CORE Indonesia Piter R. Abdullah menuturkan sebelumnya, BI sebenarnya sudah melakukan pelonggaran di operasi moneter dengan mengurangi kontraksi jumlah uang beredar. 

Merujuk data empiris penurunan suku bunga selama periode 2016-2017, pemangkasan suku bunga tidak efektif karena tidak diiringi oleh pelonggaran operasi moneter. Alhasil, dampaknya terhadap likuiditas tidak besar sehingga penyaluran kredit terus turun. 

"Dengan pelonggaran GWM hingga 3 persen, saya perkirakan pertumbuhan kredit bisa mencapai kisaran 12-13 persen, yang pada akhirnya akan membantu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2 persen," paparnya, Kamis (20/6/2019).

Selain menahan suku bunga, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19-20 Juni 2019, memutuskan untuk menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam pembiayaan ekonomi, BI memutuskan untuk menurunkan GWM Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps.

Dengan demikian, masing-masing menjadi 6 persen dan 4,5 persen, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3 persen. Hal ini berlaku efektif pada 1 Juli 2019. 

Perry meyakini kebijakan GWM ini menambah likuiditas perbankan hingga Rp25 triliun. Selain itu, BI memperkirakan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan meningkat sebesar 0,5 persen bagi semua bank.

"[Tambahan] Rp25 triliun ini akan meningkatkan likuiditas bank untuk menyalurkan kredit dan mendorong perekonomian," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini