Bisnis.com, JAKARTA—Hari-hari "makan siang gratis" telah berakhir bagi bank-bank Asia, yang tengah menghadapi ancaman intensif dari melambatnya pertumbuhan ekonomi dan persaingan dengan perusahaan teknologi.
Laporan McKinsey menyatakan, setelah ekspansi pesat selama bertahun-tahun, bank-bank di Asia kini harus menghadapi pertumbuhan pendapatan dan laba yang melambat dan penyusutan pangsa pasar global.
Margin yang lebih ketat, kualitas aset yang menurun, dan biaya modal yang meningkat, memberikan tekanan pada penyedia jasa keuangan untuk bermitra atau bergabung untuk meningkatkan produktivitas dan volume bisnis.
"Banyak bank akan berjuang saat badai memburuk. Jalan di depan sulit, dan bank-bank yang kurang efisien akan hilang," tulis McKinsey seperti dikutip dari laman Bloomberg, Selasa (2/7/2019).
Menurut laporan itu, bank perlu mempercepat penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan menangkis ancaman dari penyerang digital seperti Alibaba dan Google.
Perusahaan-perusahaan Fintech dapat memperluas kemampuan mereka untuk menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman, yang lebih lanjut mengikis pangsa pasar bank-bank Asia.
"Perusahaan-perusahaan semacam itu juga menekan margin penyaluran pinjaman penyedia jasa keuangan konvensional karena mereka tidak perlu mengelola cabang fisik yang mahal," kata Joydeep Sengupta, salah satu penulis laporan dan mitra senior di McKinsey di Singapura.
Dia memberi contoh WeBank, pemberi pinjaman konsumen online yang didukung oleh raksasa media sosial China Tencent Holdings Ltd. WeBank telah mampu membangun portofolio pinjaman lebih dari US$40 miliar dan memiliki return of equity (RoE) melebihi 24%.
Sementara itu, bank-bank Asia-Pasifik mulai menghadapi penurunan penghasilan laba sebelum pajak menjadi 37% dari 49% pada 2012. Hal ini disebabkan oleh penurunan pertumbuhan yang lebih lambat dan pemulihan di daerah lain setelah krisis ekonomi global.
Menurut McKinsey, pemberi pinjaman yang cepat ini telah dapat beradaptasi dengan industri yang berubah dapat menuai hasil.
Hal ini teridentifikasi dari empat bidang di mana bank-bank tersebut dapat memperoleh pendapatan baru senilai US$100 miliar, yakni dari bisnis manajemen kekayaan, perbankan ritel, pinjaman usaha kecil dan perbankan transaksi.
"Untuk mengejar peluang ini, bank harus mengalahkan para penyerang dengan cara yang sama, yakni mengembangkan platform digital dan analitik yang dapat melacak keputusan pelanggan secara real time," katanya.
Di sisi lain, konsultan bisnis internasional ini menyebutkan inovasi terbaru dalam otomatisasi, kecerdasan buatan, dan analitik juga dapat memberikan ruang bagi bank untuk memangkas sebanyak 40% dari biaya operasi. Peningkatan produktivitas seperti itu diperlukan karena pertumbuhan ekonomi yang melambat di Asia.
"Berbagai tren menunjukkan dengan jelas bahwa hari-hari makan siang gratis dan pertumbuhan cepat telah tertinggal dibelakang kita, terutama bagi bank-bank di pasar negara berkembang," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel