Industri Garmen Tunggu Peningkatan Kapasitas Industri Antara

Bisnis.com,04 Jul 2019, 20:05 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Pekerja mengawasi mesin bordir komputer di rumah produksi bordir di Jakarta, Senin (15/10/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA--Pabrikan pakaian jadi berharap kapasitas produksi industri bahan baku, seperti kain, dalam negeri ditingkatkan agar bisa memenuhi kebutuhan.

Anne Patricia Sutanto, Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk., mengatakan saat ini perusahaan menggunakan 85% bahan baku impor, sisanya sebesar 15% diambil dari industri dalam negeri. Sebenarnya, perseroan lebih memilih untuk menyerap bahan baku domestik, tetapi karena kemampuan produksi terbatas, maka impor menjadi pilihan.

"Kalau industri tekstil dalam negeri bisa [memenuhi kebutuhan], kami lebih suka beli dari mereka. Perlu pengembangan pabrik kain dan finishing dyeing, tidak hanya kapasitas tetapi juga kemampuan inovasi karena perlu bersaing dengan negara lain," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Dia menyebutkan serapan bahan baku lokal perseroan selama ini tergantung kemampuan industri tekstil yang menyuplai. Pasalnya, jika dipaksakan untuk memenuhi sesuai kebutuhan pabrikan garmen, pada akhirnya justru akan mendatangkan pinalti bagi industri bahan baku karena tidak mampu memenuhi kebutuhan sesuai order.

Iswar Deni, Corporate Secretary Pan Brothers, menambahkan emiten dengan kode saham PBRX ini sebenarnya lebih memilih bahan baku lokal karena waktu pengiriman lebih cepat dibandingkan impor. Namun, karena suplai kurang, maka mau tidak mau perseroan mengimpor untuk memenuhi permintaan pakaian jadi dari pasar global.

"Kami berharap ada investor masuk di industri antara karena pengembangan di sektor tersebut telat," kata Iswar.

Kementerian Perindustrian saat ini sedang mendorong investasi tekstil ke sektor antara atau midstream. Achmad Sigit Dwiwahjono, Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin mengatakan saat ini beberapa investor asal China berminat untuk menanamkan modalnya di dalam negeri dengan membangun fasilitas produksi. Pemerintah mendorong investor supaya masuk ke industri pencelupan dan pewarnaan kain.

“Industri tekstil kita masih lemah di situ. Sudah ada yang joint venture mengambil alih pabrik,” katanya.

Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), berpendapat industri TPT, khususnya di sektor antara, memang harus segera dikembangkan untuk mempertahankan permintaan global akan produk hilir.

Menurutnya, industri tekstil antara dalam negeri sudah lama tidak ada pemain baru maupun ekspansi dari pelaku yang sudah ada dengan alasan kurang menarik untuk investasi karena impor yang masih banyak sehingga tidak ada pasar, walaupun konsumsi dalam negeri besar.

Namun, ke depan industri antara dalam negeri harus segera dikembangkan karena buyer di luar negeri akan mencari pabrikan dengan local sourcing supaya bisa mempercepat waktu pengiriman barang. Ekspor pakaian jadi dari Indonesia bisa menurun apabila terus mengandalkan impor karena membutuhkan waktu pengiriman atau lead time yang lebih lama.

“Kalau enggak bangun midstream, ekspor garmen dalam 2—3 tahun ke depan bisa anjlok. Buyer tidak hanya melihat masalah kualitas dan harga, tetapi juga masalah waktu pengiriman,” ujarnya.

Pabrikan pakaian jadi lainnya, PT Golden Flower Tbk. sebelumnya menyatakan akan meningkatkan komposisi penggunaan kain jadi produksi lokal pada tahun ini. Dengan demikian, perseroan menargetkan dapat mengimbangi pasokan kain jadi impor untuk bahan baku perseroan.

Direktur Golden Flower Balkrishnan Udaikumar menjabarkan perseroan masih bergantung kepada pasokan kain jadi dari China hingga 70% dari kebutuhan total kain jadi perseroan. Adapun, lanjutnya, perseroan berencana untuk mencari pemasok kain jadi, khususnya yang berbahan polyester, di dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini