Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan teknologi finansial (tekfin) penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi atau peer to peer (P2P) lending legal disebut tak akan lagi mengakses data kontak atau penyimpanan nasabah.
Kepastian itu disampaikan Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah. Menurutnya, larangan meminta akses kontak dan penyimpanan nasabah bagi tekfin P2P tercantum dalam pedoman perilaku yang dimiliki AFPI. Kode etik itu harus dipatuhi setiap tekfin P2P jika tak mau diberi sanksi.
“Sanksi ada tergantung tingkat kesalahan. Sanksi teguran tertulis, publikasi ke masyarakat dan pemberitahuan ke OJK, penonaktifan keanggotaan sementara dan permanen. Tapi di AFPI dilakukan melalui mekanisme Majelis Etika,” ujar Kuseryansyah kepada Bisnis, Kamis (4/7/2019).
Akses terhadap data kontak dan penyimpanan di gawai nasabah tekfin P2P sebenarnya bisa dilakukan jika konsumen memberi izin saat memasang aplikasi terkait.
Izin itu biasanya ditanyakan saat pengguna pertama kali memasang aplikasi tekfin P2P di gawai. Akan tetapi, Kuseryansyah menyebut akses itu sekarang tak lagi dimiliki perusahaan tekfin P2P legal.
Dia menjamin tekfin P2P yang masih mengambil data nomor kontak nasabah pasti perusahaan ilegal. Karena itu, Kuseryansyah meminta masyarakat berhati-hati jika hendak meminjam uang melalui tekfin P2P.
“Itu pasti ilegal, pasti ilegal karena kalau sudah terdaftar melakukan itu [pengambilan data nomor kontak] masuknya kategori pelanggaran berat karena di kode etik disebutkan enggak boleh,” tuturnya.
Hingga kini belum ada aturan besar mengenai perlindungan data pribadi bagi masyarakat di Indonesia. Beleid mengenai itu masih tercecer di sejumlah aturan, Undang-Undang atau Peraturan Menteri.
Beberapa UU yang mencantumkan aturan soal perlindungan data pribadi adalah UU 10/1998 tentang Perbankan, UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU 23/2016 tentang Adminduk, dan Peraturan BI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi belum juga selesai dibuat meski selalu masuk dalam prolegnas DPR RI sejak 2015. Saat ini, pembahasan RUU PDP masih ada di tangan pemerintah.
“[UU PDDP] sangat diperlukan karena dengan adanya UU itu maka kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan semakin meningkat. Artinya, ketika datanya diakses maka akan ada perlindungan, sanksi, hukuman yang menjadi landasan sehingga orang semakin trust,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel