Bisnis.com, JAKARTA – Bank pelat merah mengakui bahwa kredit kepada sektor badan usaha milik negara (BUMN) kiat ketat. Namun, ruang untuk membiayai pembangunan jalan tol masih longgar.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai ruang gerak penyaluran kredit kepada BUMN semakin sempit.
Pasalnya batas maksimal pemberian kredit (BMPK) sebesar 30% dari modal bank terhadap kredit kepada perusahaan pelat merah sudah hampir terpakai secara penuh. Namun, otoritas tidak dapat memberikan pelonggaran.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kartiko Wirjoatmojo mengatakan bahwa tidak semua debitur BUMN hampir terbentur aturan BMPK.
“Kalau untuk infrastruktur seperti PLN, agak mulai penuh, tetapi kalau jalan tol dan pelabuhan masih oke,” katanya usai rapat dengar pendapat di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Tiko melanjutkan bahwa sektor infrastruktur menyumbang singifikan terhadap portofolio pembiayaan perseroan. Per Maret 2019, Mandiri menyalurkan Rp177,8 triliun kepada tujuh sektor utama. Realisasi tiga bulan pertama 2019 itu naik 29,5% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Rincian penyaluran kredit infrastruktur tersebut yakni subsektor transportasi sebesar Rp38,9 triliun, tenaga listrik Rp35,6 triliun, migas dan energi terbarukan mencapai Rp27,4 triliun, dan konstruksi mencapai Rp 20,5 triliun.
Selanjutnya, pembangunan jalan tol menyerap Rp17,7 triliun, telematika Rp 16,8 triliun, perumahan rakyat dan fasilitas kota Rp9,6 triliun, dan infrastruktur lainnya Rp11,3 triliun.
Dikonfirmasi terpisah, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. juga mengatakan bahwa kendati BMPK kepada BUMN mengetat, tetapi semua masih dalam batas aman. Pasalnya, perusahaan memiliki batasan sendiri dari aturan yang berlaku.
“Kami punya house limit. Dari ketentuan [BMPK 30%] tadi, kami batasi pakai 75% di antaranya, jadi masih sangat prudent,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Direktur Bisnis Korporasi BNI Putrama Wahju Setyawan menjabarkan bahwa batas atas penyaluran kredit kepada BUMN tidak mengganggu pertumbuhan kredit korporasi.
“Pertumbuhan kredit ke korporasi swasta masih terbuka. Kredit ke BUMN yang mendapat jaminan pemerintah, itu juga bisa dikeluarkan dari perhitungan BMPK,” jelasnya.
Sejauh ini, debitur BUMN yang hampir menyentuh batas atas BMPK adalah PT PLN (Persero). Proyek jalan tol, pada sisi lain, masih memiliki plafon yang terbilang besar.
Selain itu, skema pembiayaan proyek jalan tol tidak harus langsung diberikan kepada perusahaan pelat merah.
Dia menjelaskan, sering kali pembangunan jalan tol memiliki suatu kerangka perjanjian antara pelat merah dengan swasta atau joint venture. Dengan demikian, penyaluran kredit untuk jalan tol dapat diklasifikasikan sebagai pembiayaan untuk sektor swasta.
Sementara itu, per Maret 2019, BNI menyalurkan kredit kepada BUMN sebesar Rp105,72 triliun atau naik 26,7% yoy. Realisasi tersebut berkontribusi sebanyak 20,28% terhadap kinerja intermediasi perusahaan.
Pada periode yang sama penyaluran dana kepada debitur swasta naik 23,3% yoy menjadi Rp163,61 triliun.
Berdasarkan jenis lapangan usaha, manufaktur dan infrastruktur mendominasi kredit kepada korporasi. Sektor manufaktur naik 17,5% yoy dan infrastruktur tumbuh 10,3% yoy.
Putrama mengatakan bahwa divisi yang dia pimpin mengincar pertumbuhan tahunan 12% hingga 13% pada penghujung 2019. Infrastruktur dan manufaktur menjadi dua sektor utama, dan selanjutnya telekomunikasi juga berpotensi tumbuh subur tahun ini.
Satu bank pelat merah yang juga membukan kredit kepada sektor BUMN terbilang tinggi adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Per Maret 2019, bank pelat merah ini membukukan kredit kepada BUMN sebear Rp106,7 triliun atau naik 17,25% yoy.
Realisasi tersebut membuat komposisi debitur BUMN terhadap portofolio kredit perseroan naik. Pada kuartal I/2018, perusahaan pelat merah menyumbang 12,0%, sedangkan periode yang sama tahun ini 12,5%.
Sebelumnya, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah mengatakan tahun ini menjadi momentum yang tepat meningkatkan peran swasta dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Perbankan pun diharapakan dapat lebih ekspansif untuk mengincar perusahaan nonpemerintah.
“Sekarang ini masih terbatas pihak swasta yang bisa ikut terlibat. Ini terjadi karena banyak bank yang lebih mengincar perusahaan negara, swasta jadi gak bisa tumbuh cukup cepat,” kata Piter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel