Tahan Ekspansi, Korporasi Lebih Pilih Simpan Duit di Bank

Bisnis.com,09 Jul 2019, 12:35 WIB
Penulis: M. Richard, Ipak Ayu, Elena Maria
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara (kanan) dan Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Hafidz Arfandi memberikan paparan dalam diskusi bertajuk Di Bawah Bayangan Perang Dagang & Ancaman Defisit Berkepanjangan, di Jakarta, Selasa (18/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA—Simpanan berjangka korporasi non finansial menjadi andalan bagi perbankan Tanah Air untuk mencukupi kebutuhan likuiditas jangka menengah pada paruh pertama tahun ini.

Meski tren peningkatan dana ini berpotensi menggerus net interest margin (NIM) perbankan, tetapi kecenderungan pelaku usaha untuk menahan ekspansi yang menyebabkan permintaan simpanan berjangka meningkat dan beban dana bagi perbankan terlalu tinggi.

Berdasarkan Laporan Uang Beredar Bank Indonesia, pertumbuhan simpanan berjangka pada Mei 2019 tercatat 8,9% (year-on-year/yoy), atau lebih cepat dibandingkan dengan April 2019 yang 6,6% yoy. Komponen dana pihak ketiga lainnya seperti tabungan dan giro masih tumbuh positif, walau tak setinggi simpanan jangka panjang.

Jika ditelisik lebih dalam, pertumbuhan simpanan berjangka kali ini didorong oleh korporasi non finansial. Pertumbuhan dana ini melonjak dari 8,7% yoy pada April menjadi 12,1% pada Mei 2019.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyampaikan tren peningkatan simpanan berjangka ini memang terlihat mengkhawatirkan bagi perbankan.

Namun, sejatinya ada kecenderungan dari pelaku usaha yang sedang menahan ekspansi yang membuat simpanan berjangka perbankan lebih relevan bagi mereka untuk menyimpan dananya.

"Kalau dilihat dari simpanan berjangka, tren ini memang cukup berat. Namun, saya rasa kali ini permintaan dari pelaku usaha yang justru meningkat," katanya, Senin (8/7/2019).

Dia menuturkan, pelaku usaha saat ini masih dihadapi oleh tantangan iklim usaha yang masih belum pasti. Perang dagang antara dua negara adidaya China dan Amerika, serta spekulasi perombakan kabinet pasca pemilihan umum membuat pelaku usaha tengah mencari instrumen penyimpanan dana yang lebih aman.

"Jadi, akan banyak belanja modal perusahaan yang ditunda pada paruh kedua tahun ini, dan uangnya disimpan dahulu di simpanan berjangka," katanya.

Selain itu, peningkatan simpanan berjangka korporasi ini juga merupakan dampak yang disebabkan oleh fluktuasi indeks harga saham gabungan (IHSG) Tanah Air.

"Investor akan wait and see terlebih dahulu dengan menempatkan dananya di simpanan berjangka ini," katanya.

Akan tetapi, Bhima menuturkan beberapa bank juga tengah mencoba meningkatkan ekstra effort dalam penghimpunan simpanan berjangka dengan menerapkan special rate untuk beberapa nasabah loyalnya.

"Untuk penerapan special rate ini berdampak negatif bagi perbankan. Karena suku bunganya pasti lebih tinggi," katanya.

Bhima memproyeksi, simpanan berjangka dari nasabah ini berpotensi masih akan tinggi beberapa bulan mendatang.

“Namun, bebannya tidak akan terlalu tinggi lagi setelah suku bunga Bank Indonesia turun,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Emanuel B. Caesario
Terkini