Dituding Teroris Ekonomi, AS Perberat Sanksi Iran

Bisnis.com,11 Jul 2019, 08:15 WIB
Penulis: John Andhi Oktaveri
Bendera Iran/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperingatkan akan memperberat sanksi kepada Iran, karena dianggap melanggar kesepakatan terkait pengayaan nuklir

Trump juga menuduh Iran diam-diam memperkaya uranium sejak lama, tetapi tetapi tidak memberikan bukti. Sedangkan, Iran menegaskan bahwa setelah pertemuan 35 negara di Wina, mereka tak menyembunyikan apa pun.

Tim pengawas dari PBB sejauh ini belum menemukan pengayaan terselubung yang dilakukan Iran sejak perjanjian nuklir pada 2015 diteken Iran dengan sejumlah negara industri maju. 

AS menggunakan sesi pertemuan Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional untuk menuduh Iran selama seminggu terakhir telah melakukan pelanggaran batas pengayaan nuklir yang telah disepakati. Namun, AS masih menawarkan untuk mengadakan pembicaraan dengan Teheran. 

Iran diketahui memiliki situs pengayaan terselubung jauh sebelum kesepakatan terkait nuklir. Perjanjian nuklir pada 2015 memberlakukan pengawasan nuklir. 

Kesepakatan itu membatasi pengayaan nuklir oleh Iran. Hingga kini belum jelas, apakah komentar Trump merujuk pada aktivitas sebelumnya atau membuat dugaan baru. 

Duta Besar Iran untuk International Atomic Energy Agency (IAEA) Kazim Gharib Abadi mengatakan semua kegiatan nuklir Teheran sedang diteliti oleh inspektur IAEA menyusul tuduhan Trump. 

"Kami tidak menyembunyikan apa pun," katanya setelah pertemuan IAEA berakhir tanpa tindakan apa pun terhadap Iran seperti dikutip Reuters, Kamis (11/7/2019). 

 Tuduhan Trump tentang pengayaan terselubung disambut dengan cemoohan oleh para diplomat yang mengikuti IAEA, termasuk diplomat Rusia.

Kazim juga menuding AS telah melakukan terorisme ekonomi terhadap negaranya dengan memperberat sanksi ekonomi yang sadis. Menurutnya, terorisme ekonomi oleh AS bertujuan untuk menjatuhkan pemerintahan yang berdaulat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini