Rupiah Menguat, Ini Dampaknya Bagi Kimia Farma (KAEF)

Bisnis.com,18 Jul 2019, 07:25 WIB
Penulis: Azizah Nur Alfi
Konsumen melakukan transaksi di salah satu apotek Kimia Farma. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Harga pokok penjualan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diproyeksi melandai sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah ke level di bawah Rp14.000 per dolar AS

Direktur Keuangan Kimia Farma IG Ngurah Suharta menyampaikan, mata uang Garuda yang cukup stabil secara keseluruhan membantu beberapa pembelian bahan baku obat yang diimpor dalam dolar, meski tidak terlalu besar. Pembelian bahan baku sebagian besar telah berdasarkan perhitungan rupiah melalui kontrak 2 tahun.

Perusahaan farmasi ini optimistis kinerja semester II/2019 ini bakal lebih baik. Apalagi, pembelian bahan baku obat sebagian besar telah dilakukan pada semester I/2019.

Seiring stabilnya rupiah, Suharta memperkirakan harga pokok penjualan (cost of goods sold/COGS) semester II bakal membaik sekitar 1%-2%. "Jadi untuk pembelian, KF [Kimia Farma] selama ini sudah baik untuk mitigasi fluktuasi rupiah," katanya pada Rabu (17/7/2019).

Emiten berkode saham KAEF ini memperkirakan penjualan bertumbuh di atas 25% pada semester I/2019. Pertumbuhan penjualan ini ditopang dari lini bisnis ritel farmasi seiring dengan strategi meremajakan outlet, klinik, dan apotek.

Selain itu, kenaikan penjualan terjadi di bisnis ritel farmasi mencapai 10%-20% pada Ramadan dan Lebaran dibandingkan dengan pejualan pada bulan lainnya.

Pada kuartal I/2019, Kimia Farma mengantongi penjualan bersih sebesar Rp1,81 triliun, naik 21,79% secara tahunan. Pertumbuhan penjualan banyak ditopang dari lini obat ethical, lisensi, dan narkotika yang tumbuh 17,76% menjadi Rp183,97 miliar, serta lini obat over the counter (OTC) dan kosmetik yang tumbuh 74,89% menjadi Rp116,11 miliar.

Penjualan alat kesehatan dan lain lain yang diproduksi pihak ketiga juga tumbuh 141,02% menjadi Rp319,88 miliar. Begitu pula, penjualan obat generik yang diproduksi pihak ketiga tumbuh 24,56% menjadi Rp75,97 miliar.

Namun demikian, laba usaha tertekan 14,07% menjadi Rp108,93 miliar. Adapun, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp20,63 miliar pada kuartal I/2019, turun 44,56% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp37,21 miliar.

Jennifer Widjaja, Analis Sucor Sekuritas, mengatakan bahan baku industri farmasi sekitar 80%-90% berasal dari impor. Sehingga, stabilnya rupiah akan memberikan dampak ke COGS yang berkurang. Dalam risetnya, dia memperkirakan margin kotor Kalbe Farma bakal stabil pada level 46,9% di tahun ini seiring dengan harga bahan baku dan rupiah yang stabil.

"Secara keseluruhan sektor farmasi akan diuntungkan karena mayoritas bahan bakunya impor," katanya pada Rabu (17/7/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ana Noviani
Terkini