Akui Sulit Kendalikan Produksi Batu Bara, Ini Alasan Pemerintah

Bisnis.com,22 Jul 2019, 07:53 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian ESDM mengaku kesulitan dalam menetapkan atau memotong tingkat produksi batu bara karena bisa mengganggu kegiatan investasi. 

Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Sri Rahardjo mengakui selama ini batu bara memang masih dianggap sebagai penyumbang devisa nasional. Sementara itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional telah menyatakan bahwa ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional dipenuhi dengan mengurangi ekspor energi fosil secara bertahap, terutama gas dan batu bara, serta menetapkan batas waktu untuk memulai menghentikan ekspor. 

Pengurangan ekspor tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagai penggerak perekonomian yang akan memberikan nilai tambah ekonomi (value added) dan dampak berganda (multiplier effect). Artinya, batu bara nantinya akan lebih dominan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri sehingga. 

Kondisi ini menurutnya cukup kompleks karena produksi batu bara erat kaitannya dengan bisnis industri yang telah melakukan feasibility study (FS) atau studi kelayakan mengenai bisnis mereka. Setiap tahun, banyak perusahaan yang akan memasuki tahap operasi produksi.

Adapun berdasarkan data Dirjen Minerba Kementerian ESDM, produksi batu bara selama 2018 mencapai 557,77 juta ton atau mencapai 115 persen dari target. Adapun konsumsi domestik hanya mencapai 115 juta ton saja.

"Kita lihat tahun-tahun sebelumnya tingkat produksi batu bara naik dan kebetulan harga juga naik sehingga menjadi andalan penghasil devisa. Saya yakin pemerintah tidak akan begitu terus karena filosofinya [batu bara] sebagai modal pembangunan," katanya, belum lama ini. 

Dia memerinci pengguna batu bara terbesar di dalam negeri adalah untuk pembangkitan dengan porsi sekitar 50 persen sampai 60 persen. Saat ini, sejumlah industri lain seperti semen juga mulai menyerap hasil produksi batu bara dalam negeri sebagai bagian dari bahan baku proses kegiatan industri mereka. 

"Dua tahun terakhir, data rencana produksi lebih tinggi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional [RPJMN] dan Rencana Umum Energi Nasional [RUEN] karena disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan ekspor," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Lucky Leonard
Terkini