Ini Tanggapan BPDP-KS Soal Rencana Pengenaan Tarif Impor Biodiesel Indonesia

Bisnis.com,26 Jul 2019, 10:25 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Petugas memperlihatkan contoh bahan bakar biodiesel saat peluncuran Road Test Penggunaan Bahan Bakar B30 (campuran biodiesel 30% pada bahan bakar solar) pada kendaraan bermesin diesel, di Jakarta, Kamis (13/6/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA--Pihak Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) menanggapi secara santai rencana Uni Eropa untuk memberlakukan bea masuk antisubsidi terhadap produk biodiesel asal Indonesia.

Benua Biru menuding Indonesia telah menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) tersebut.

"Biarkan saja. Yang jadi korban kan konsumen mereka di sana. Justru yang perlu kita perhatikan sekarang ini bagaimana meningkatkan konsumsi dalam negeri untuk mengurangi impor BBM," kata Direktur Utama BPDP-KS Dono Boestami saat dihubungi Bisnis, Kamis (25/7/2019).

Dono tak memungkiri penerapan tarif tersebut nantinya dapat mengakibatkan biodiesel asal Indonesia menjadi lebih mahal sehingga konsumen di sana perlu merogoh kocek lebih dalam. Namun, ia mengemukakan hal tersebut tak perlu menjadi kekhawatiran lantaran jumlah ekspor biodiesel ke Eropa yang tak terlalu besar.

"Kalau mereka mengenakan tarif impor memang jadi lebih mahal ya. Konsumen mereka berarti akan menanggung itu. Lagipula biodiesel ke sana tidak terlalu besar. Tidak perlu dikhawatirkan. Memang perlu menjadi perhatian, namun untuk sekarang kita perlu merealisasikan peningkatan konsumsi dalam negeri," ujarnya.

Untuk 2019 ini, BPDP-KS sendiri bakal tetap mengalokasikan dana insentif untuk 19 badan usaha yang melakukan pengadaan bahan bakar nabati (BBN), yang menurut Dono, capaian sepanjang semester I/2019 telah memenuhi target.

Sampai saat ini, total kapasitas terpasang produksi biodiesel dari 19 badan usaha BBN jenis biodiesel yang melakukan perjanjian dengan BPDP-Ks mencapai 11,62 juta kilo liter (KL) per tahun. Jumlah ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan alokasi pengadaan biodiesel pada 2019 yakni sebesar 6,20 juta KL dengan dukungan pembiayaan insentif biodiesel yang telah dianggarkan sebesar Rp7,4 triliun.

"Alokasi dana diberikan oleh Kementerian ESDM tergantung oleh besarnya kapasitas produksi masing-masing perusahaan. Semakin besar semakin besar juga alokasi yang diterima," jelas Dono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Lucky Leonard
Terkini