Kemenperin Ajak Panasonic Kembangkan Industri Kendaraan Listrik

Bisnis.com,30 Jul 2019, 15:18 WIB
Penulis: Andi M. Arief
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (tengah) didampingi Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Jongkie S Sugiarto (kanan) dan Presiden Komisaris PT Indomobil Sukses Internasional Tbk Soebronto Laras meninjau booth Suzuki di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 di Tangerang, Banten Kamis (18/7/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melakukan pembicaraan dengan Panasonic Corporation di Jepang terkait dengan pengembangan industri mobil elektrik di Indonesia.

Hal tersebut sejalan dengan target Kementerian mengenai produksi mobil elektrik pada 2025.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan sudah melihat proses produksi kendaraan elektrik di Korea Selatan dan Jepang, salah satunya pabrik Panasonic. Dia mengutarakan industri lokal akan dapat memenuhi permintaan lithium-ion baterai generasi kedua untuk kendaraan elektrik yang akan diproduksi di Kawasan Industri Morowali.

Kendati demikian, industri di dalam negeri belum dapat memproduksi battery cell dan battery pack agar dapat digunakan di mobil elektrik. Oleh karena itu, Airlangga mengajak Panasonic untuk memproduksi battery cell dan battery pack.

“Saya yakin Panasonic punya kapabilitas tersebut, tapi kapan?” ujarnya, Selasa (30/7/2019).

Airlangga mengataan kepastian pengembangan industri kendaraan elektrik di dalam negeri pun semakin meningkat dengan adanya komitmen investasi Toyota Motor Corporation senilai US$2 miliar. Komitmen tersebut akan direalisasikan dengan pembangunan pabrik kendaraan elektrik yang akan mulai berproduksi pada 2022.

Menurutnya, akan ada beberapa relokasi pabrik elektronika dari negara-negara di Asia Tenggara ke Indonesia. Pasalnya, pemerintah telah menerbitkan bauran insentif pajak khusus industri.

PP No. 45/2019 memberikan super deduction tax kepada usaha yang menyelenggarakan vokasi dan R&D. Penyelenggara vokasi bisa mendapatkan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari biaya penyelenggaraan vokasi, sedangkan R&D paling tinggi 300% dari biaya penyelenggaraan R&D.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Galih Kurniawan
Terkini