Ini yang Disiapkan Kemenhub untuk Mengawasi Operasional Kapal Perintis

Bisnis.com,31 Jul 2019, 19:11 WIB
Penulis: Rio Sandy Pradana
Sejumlah penumpang menunggu keberangkatan Kapal Perintis KM Sabuk Nusantara 35 di Pelabuhan Jetty Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (14/10). Kapal itu termasuk dalam program Tol Laut./Antara-Syifa Yulinnas

Bisnis.com, AMBON--Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub berencana menerapkan sistem pencatatan digital untuk jumlah penumpang dan muatan kargo pada kapal perintis.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Wisnu Handoko mengatakan bahwa anggaran subsidi kapal perintis yang terbatas menjadi alasan klaim yang ditagihkan pihak operator harus sesuai dengan realitas. Hal tersebut membutuhkan sistem pencatatan dan pengawasan yang akurat.

"Kami harus mulai menerapkan pencatatan digital seperti e-tiket untuk jumlah penumpang dan e-kargo untuk muatan. Jadi, subsidi dari pemerintah dibayarkan sesuai dengan jumlah barang dan penumpang yang diangkut oleh operator," kata Wisnu, Rabu (31/7/3019).

Berdasarkan data Kemenhub, pagu anggaran untuk kapal perintis pada 2019 mencapai Rp1,07 triliun dengan pola subsidi operasional kapal. Perinciannya, sebanyak Rp767,06 miliar untuk operator kapal swasta dan Rp308,92 miliar untuk penugasan PT Pelni (Persero).

Akan tetapi, hingga Juni 2019, realisasi pencairan tagihan dari pihak swasta baru 22% atau sekitar Rp154,13 miliar. Sementara, klaim yang diajukan Pelni sudah 52% atau mencapai Rp159,26 miliar.

Wisnu berpendapat penerapan sistem pencatatan digital tersebut mampu menekan risiko penyelewengan dana subsidi melalui pelaporan yang tidak sesuai dengan realisasi. Sebelumnya, pengawasan jumlah penumpang dan kargo dilakukan oleh komprador atau checker.

Checker tersebut, lanjutnya, merupakan personel dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) atau Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) yang ditempatkan di kapal dan diberikan upah berupa insentif tambahan. Namun, pengawasan yang dilakukan oleh manusia tersebut masih rentan penyelewengan dibandingkan dengan sistem. Di samping itu, pemerintah juga terkendala biaya untuk membayar insentif bagi checker karena keterbatasan pagu anggaran.

Bahkan, imbuhnya, sejak checker tidak didayagunakan pemerintah membayar klaim subsidi kapal perintis hanya berdasarkan laporan dari nahkoda. Cara tersebut rentan akan penyelewengan data.

Dia menilai biaya investasi untuk menerapkan pencatatan berbasis digital lebih rendah dibandingkan dengan insentif bulanan untuk checker. Namun, pihaknya tidak menyebutkan nominalnya lebih lanjut.

"Kapal perintis harus menjadi aset kebanggaan. Program ini tidak berorientasi untung atau menguntungkan pihak tertentu, harus dikawal agar berjalan dengan baik," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendra Wibawa
Terkini