OJK Berharap Revisi Single Presence Policy Rampung Akhir Tahun Ini

Bisnis.com,01 Agt 2019, 14:53 WIB
Penulis: Muhammad Khadafi
Nasabah melakukan transaksi perbankan di galeri Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Senin (3/9/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap revisi aturan single presense policy atau kepemilikan tunggal rampung akhir tahun ini.

Regulasi anyar akan melonggarkan persyaratan lama bahwa suatu pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank.

Mengutip Bloomberg, Kamis (1/8/2019), perubahan aturan tersebut diharapkan akan menjadi stimulus positif bagi bank asing yang hendak masuk ke Indonesia. Hal ini dirasa perlu mengingat persaingan sektor perbankan semakin ketat dengan hadirnya perusahaan finansial berbasis teknologi (tekfin).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan kebijakan kepemilikan tunggal nantinya akan lebih fleksibel sehingga konsolidasi perbankan dalam negeri menjadi lebih efisien.

"Bank asing masih tertarik datang ke Indonesia karena marjin bunga bersih masih tinggi, sekitar 5 persen,” ujarnya.

Berdasarkan data OJK, selama 4 tahun terakhir, marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) perbankan tengah mengalami tekanan. Salah satu penyebabnya adalah karena kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sepanjang 2018, yang sebanyak 175 basis poin (bps).

Per Mei 2019, NIM industri bank sebesar 4,9 persen atau turun 19 bps dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun, bank kecil atau yang memiliki modal inti kurang dari Rp1 triliun masih membukukan NIM di atas 5 persen.

Heru melanjutkan ketika aturan kepemilikan tunggal dilonggarkan, bank asing yang ingin mengakuisisi bank lokal harus tetap menunjukkan komitmen untuk memberikan pinjaman kepada infrastruktur serta perusahaan kecil dan menengah. Selain itu, dua posisi penting yakni presiden direktur dan presiden komisaris juga harus diisi oleh orang Indonesia.

Sebelumnya, OJK juga memberikan sinyal untuk mendorong konsolidasi perbankan dengan meningkatkan batas bawah permodalan bank. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/15/PBI/2015 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum pasal 2 ayat 1 tertulis bahwa bank wajib memenuhi jumlah modal inti paling kurang sebesar Rp80 miliar pada 31 Desember 2007.  

Selanjutnya, bank wajib memenuhi jumlah modal inti paling kurang sebesar Rp100 miliar pada 31 Desember 2010. Hingga saat ini, modal inti minimum bank masih mengacu pada aturan tersebut.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo menerangkan kinerja Bank Umum Kelompok Umum (BUKU) I sangat terbatas oleh permodalan. Satu dorongan yang dapat diberikan oleh regulator adalah dengan merevisi ke atas batas minimum modal inti perbankan.

Saat ini, perbedaan modal inti bank besar dan bank kecil dinilai terlampau jauh. Apabila aturan itu disahkan, merger atau diakuisisi akan menjadi solusi yang ditempuh bank kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini