Bank Buka Peluang Penurunan Suku Bunga Kredit Konsumer

Bisnis.com,02 Agt 2019, 02:45 WIB
Penulis: Maria Elena
suku bunga

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah bank membuka ruang untuk penurunan suku bunga kredit beberapa produk konsumer pasca pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate dari 6% menjadi 5,75% pada medio Juli lalu.

Misalnya saja, PT Bank CIMB Niaga Tbk. Direktur Konsumer CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan penurunan suku bunga tersebut akan berdampak pada penurunan tingkat biaya dana.  

Selanjutnya, pengurangan beban biaya dana akan membuat seluruh produk lending baik yang ritel maupun nonritel bisa ditawarkan kepada masyarakat dengan harga yang tidak terlalu mahal atau terjangkau.

CIMB Niaga sendiri membuka peluang untuk segera melakukan penyesuaian suku bunga kredit produk konsumer, khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Mobil (KPM) yang berkaitan langsung dengan kebutuhan ritel masyarakat.

“Begitu suku bunga BI turun, kami akan sesuaikan dengan cost of fund. Lalu kalau suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) turun, otomatis suku bunga kredit khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan bisa turun,” katanya belum lama ini.

Namun, Lani belum memastikan besaran penurunan suku bunga kredit dimaksud. Menurutnya hal itu akan bergantung pada penurunan tingkat suku bunga sertifikat Bank Indonesia.

Lebih lanjut, CIMB Niaga membidik pertumbuhan kredit dan pendanaan yang lebih tinggi pada semester II/2019.

“Kami harapkan bisnis perbankan tetap positif sampai akhir tahun, sampai sekarang sudah masuk kuartal III dan kami lihat sejauh ini market sangat positif, terutama ritel dan UKM,” katanya.

Hingga paruh pertama tahun 2019, menurut Lani, perkembangan bisnis ritel di perseroan masih berjalan sesuai ekspektasi yang tampak dari pertumbuhan dua digit pada beberapa subsegmen kredit konsumer.

Dari sisi kredit KPR [kredit pemilikan rumah], CIMB Niaga mencatatkan pertumbunan 14% secara year on year. Adapun, bisnis kartu kredit dan unsecured loan tumbuh 10%. “Sisanya untuk kredit pemilikan mobil, secara sales meningkat 50%,” tuturnya.

Sementara itu, untuk pendanaan, Lani mengatakan pertumbuhannya juga masih positif disesuaikan dengan kenaikan penyaluran kredit.

Di tengah kondisi pengetatan likuiditas industri perbankan, Lani mengatakan rasio pendanaan terhadap kredit (loan to deposit ratio / LDR) perseroan tercatat sekitar 95% hingga akhir Juni 2019. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari masyarakat meningkat  ditopang dana murah, khususnya tabungan.

“DPK masih tumbuh positif terutama CASA [current account saving account], khususnya tabungan yang tumbuh 7% YoY, sisanya ada time deposit yang secara overall masih di bawah 10% tapi tumbuh positif,” katanya.

Rasio CASA perserooan juga mengalami peningkatan ke level 53% yang dinilai masih cukup sehat. Akan tetapi, khusus untuk simpanan dana murah giro, kata Lani masih belum menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Jenis simpanan tersebut sempat mengalami penurunan pada kuartal I/2019.

“Selama kuartal II yang lalu juga masih flat untuk giro. Tapi untuk total DPK kami menyesuaikan dengan kebutuhan lending, sejauh ini dari internal liquidity masih terjaga dengan baik,” paparnya.

Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiatmadja menyampaikan bahwa perseroan berpeluang untuk menurunkan suku bunga kredit konsumer menyusul penurunan tingkat suku bunga simpanan perseroan pada awal Juli 2019.

"Bulan juli awal [bunga deposito] sudah turun 0,25%, mungkin bunga kredit konsumer bisa turun bulan depan," katanya.

Jahja belum menyebutkan berapa besaran suku bunga yang akan diturunkan. Sebelumnya, Jahja mengatakan besaran penurunan suku bunga bergantung pada turunnya biaya dana (Cost of Fund).

BCA mencatat biaya dana meningkat pada paruh pertama tahun 2019. Perseroan mengeluarkan biaya dana sebesar 2,02%, naik dari 1,73% pada Juni 2018.

Namun, pada periode tersebut, perseroan berhasil membukukan pendapatan bunga bersih sebesar Rp24,6 triliun atau naik 13,1%. 

Adapun, perseroan mencatat pertumbuhan kredit konsumer hanya 6,4% yoy menjadi Rp152,0 triliun pada kuartal II/2019. Pada portofolio kredit konsumer, kredit properti tercatat tumbuh lebih kencang, meningkat 11,2% yoy menjadi Rp90,7 triliun.

Sedangkan kredit kendaraan bermotor tercatat turun 1,5% yoy menajdi Rp48,2 triliun, dipengaruhi oleh penurunan pembiayaan kendaraan roda dua.

Sementara, Direktur Konsumer PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Budi Satria mengatakan bahwa perseroan masih belum mempertimbangkan untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit konsumer. Peninjauan kembali suku bunga baru akan dilakukan pada Agustus ini.

"Kami baru akan review pada ALCO meeting bulan Agustus ini, belum bisa ditentukan sekarang," katanya kepada Bisnis, Kamis (1/8/2019).

Namun, Budi mengutarakan suku bunga kredit berpeluang turun setelah penurunan suku bunga acuan Bank Sentral, setidaknya penurunan memiliki transmisi waktu sekitar 2-3 bulan.

BTN sebagai bank yang fokus pada pembiayaan perumahan ini mencatat penyaluran KPR meningkat 19,72% secara tahunan menjadi Rp173,61 triliun per Juni 2019.

Kontribusi utama pertumbuhan KPR tersebut masih didorong oleh segmen subsidi yang tercatat sebesar Rp90,74 triliun atau meningkat 27,55% secara tahunan. Sedangkan segmen non-subsidi tercatat sebesar Rp74,39 triliun atau naik 13,08% yoy.

Budi memproyeksikan KPR masih akan tumbuh positif pada semester II/2019, utamanya pada segmen subsidi. Menurutnya, KPR segmen non-subsidi masih akan belum optimal yang masih dipengaruhi oleh faktor permintaan pasar.

Perseroan pun telah mengajukan kuota subsidi tambahan untuk memenuhi permintaan yang tinggi pada segmen tersebut. Sebelumnya, BTN hanya mendapatkan kuota 127.104 yang terdiri dari 28.744 unit FLPP dan 98.360 unit SSB.

"Kami sudah minta penambahan kuota tahun ini sebanyak 140.000 unit lagi," jelasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini