Sudah 7 Dapen Dibubarkan Tahun Ini, Ini Daftarnya

Bisnis.com,06 Agt 2019, 20:53 WIB
Penulis: Oktaviano DB Hana
Aktivitas layanan di salah satu kantor dana pensiun lembaga keuangan (DPLK), di Jakarta, Rabu (2/1/2019)./Bisnis-Endang

Bisnis.com, JAKARTA – Tren pembubaran dana pensiun berlanjut pada 2019. Setelah pada tahun lalu tercatat lima entitas, hingga Juli 2019 setidaknya ada 7 dana pensiun yang dibubarkan atas permohonan pendirinya.

Ada 6 dana pensiun pemberi kerja (DPPK) yang dibubarkan pada periode itu, yakni Dana Pensiun Citas Otis Elevator, Dana Pensiun Dystar Cilegon, Dana Pensiun Avrist, Dana Pensiun Dok Dan Perkapalan Surabaya, Dana Pensiun PT Istaka Karya, dan Dana Pensiun BOC Indonesia.

Sebanyak 4 DPPK dibubarkan dengan alasan efisiensi dan efektivitas sehingga pesertanya dialihkan ke Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Dua DPPK lainnya dibubarkan lantaran pendirinya mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya kepada dana pensiun.

Selain keenam DPPK, terdapat pula satu DPLK yang dibubarkan, yakni DPLK Pasaraya dengan alasan efisiensi dan efektivitas. Penyelenggaraan program pensiunnya pun akan dialihkan ke DPLK lain.

Daftar ini masih akan bertambah. Pasalnya, saat ini DPLK PT Bank Mandiri Tbk. (Persero) atau Mandiri DPLK tengah mengalihkan seluruh kepesertaan ke DPLK Axa Mandiri. Setelah itu, rencananya DPLK tersebut akan ditutup atau dibubarkan.

Adapun, pada 2018, sejumlah dana pensiun juga tercatat dibubarkan, yakni Dana Pensiun Multi Bintang Indonesia, Dana Pensiun Aventis Pharma Manfaat Pasti, Dana Pensiun Indo Korsda, dan Dana Pensiun PT Igasar. Selain itu, DPLK Bringin Jiwa Sejahtera juga dibubarkan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi mengakui bahwa sejumlah DPPK memang dibubarkan pada paruh pertama tahun ini atas permintaan para pendiri. Umumnya, jelas dia, dana pensiun yang dibubarkan itu masuk dalam kategori aset kecil.

Ada sejumlah faktor yang memengaruhinya, jelas dia, salah satunya pengalihan kepada program wajib jaminan sosial yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan.

“Rata-rata karena pendirinya. Ada yang integrasi ke BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (6/8/2019).

Bambang menjelaskan, pembubaran dana pensiun juga sangat terkait dengan kemampuan keuangan pendiri. Pasalnya, ketepatan pembayaran iuran dari pendiri atau pemberi kerja menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan dana pensiun.

Bila tidak tepat waktu, maka dana pensiun tidak bisa optimal berinvestasi. Dalam jangka waktu panjang, jelasnya, kesehatan dana pensiun bisa terganggu sehingga pemberi kerja mesti mengalokasikan iuran tambahan.

“Kalau pemberi kerja tidak bisa, maka lebih baik ditutup. Jadi, kuncinya pemberi kerja sehat keuangannya,” ujarnya.

Apalagi, jelasnya, jaminan sosial yang dijalankan BPJS Kesehatan merupakan program wajib yang tidak bisa saling melengkapi atau off-set dengan program yang dijalankan DPPK.

Hal itu, jelasnya, berbeda dengan pesangon yang bisa saling melengkapi dengan program pensiun yang dijalankan DPPK, baik program pensiun iuran pasti (PPIP) maupun program pensiun manfaat pasti (PPMP).

Dengan kondisi keuangan pendiri yang kurang baik, Bambang mengatakan dapen cenderung memilih untuk mengalihkan penyelenggaraan program pensiun itu ke BPJS Ketenagakerjaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Emanuel B. Caesario
Terkini