Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional–Kartu Indonesia Sehat atau JKN–KIS dinilai berpotensi mengurangi tingkat kolektibilitas iuran peserta, terlebih dengan berlakunya batas pembayaran tunggakan hingga 24 bulan.
Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan, sebagai pelaksana program JKN–KIS, pihaknya akan mendukung langkah pemerintah dalam menaikkan besaran iuran untuk menambah pendapatan iuran.
Selain itu, BPJS Kesehatan pun mengapresiasi upaya Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang mengusulkan besaran kenaikan iuran kepada pemerintah.
Namun, menurut Iqbal, besaran kenaikan yang ditetapkan perlu mempertimbangkan berbagai aspek agar tidak memberatkan masyarakat. Dia menjelaskan, terdapat potensi penurunan tingkat kolektibilitas iuran peserta segmen mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) jika besaran iuran naik.
"Dimungkinkan itu [kolektibilitas iuran menurun]. Juga perubahan di Peraturan Presiden [Perpres] 82/2018 soal batas tunggakan kan jadi 24 bulan, bukan 12 bulan lagi, itu menekan angka kolektabilitas karena tunggakan jadi lebih lama durasinya yang harus diperhitungkan," ujar Iqbal kepada Bisnis, Rabu (7/8/2019).
Perubahan batas pembayaran tunggakan peserta tersebut tertulis dalam pasal 42 ayat 3 Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pemberhentian sementara penjaminan peserta dan status kepesertaan akan kembali aktif jika iuran tertunggak dibayarkan paling lambat selama 24 bulan.
Penurunan tingkat kolektibilitas iuran dikhawatirkan terjadi pada segmen PBPU yang saat ini menghadapi persoalan kepatuhan membayar. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, tingkat kolektibilitas iuran segmen tersebut saat ini berkisar 60,9%, sedangkan segmen lainnya mencatatkan kolektibilitas penuh.
Sebelumnya, DJSN mengusulkan besaran iuran program JKN–KIS semua kelas untuk ditingkatkan. Usulan kenaikan iuran kelas 1 tercatat sebagai yang paling signifikan, dari Rp80.000 menjadi Rp120.000.
Lalu, iuran kelas 2 disusulkan untuk naik dari Rp51.000 menjadi Rp80.000 dan iuran kelas 1 diusulkan untuk naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000.
Wakil Ketua Komisi Kebijakan DJSN Ahmad Anshori menjelaskan, besaran kenaikan yang diusulkan DJSN tersebut mempertimbangkan nilai keekonomian pelayanan JKN yang mengacu pada data realisasi belanja JKN. Selain itu, pertimbangan lainnya yakni untuk meningkatkan tarif pelayanan dan mendorong keberlangsungan program JKN.
"Pertimbangan nilai keekonomian pelayanan JKN akan berdampak [untuk] meniadakan defisit, sedangkan pertimbangan tarif pelayanan itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Tetapi, kenaikan iuran belum menjadi solusi permanen terhadap [defisit] program JKN," ujar Ahmad pada Rabu (7/8/2019).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel