Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menyatakan masih membuka peluang untuk penurunan suku bunga acuan setelah penurunan 25 basis poins (bps) menjadi 5,75 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan strategi operasi moneter BI masih akan diarahkan untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang dan memperkuat transmisi kebijakan moneter yang akomodatif.
Adapun, kebijakan makroprudensial akan tetap akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan.
Ke depan, BI memandang kebijakan moneter yang akomodatif masih memiliki ruang sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Ke depan, ruang untuk penurunan suku bunga itu masih terbuka,” kata Onny saat ditemui di Palembang, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, beberapa bank, khususnya bank pelat merah, menyatakan siap untuk menyesuaikan suku bunga kredit pascapenurunan suku bunga acuan BI, tetapi sebagian bank lain berujar transmisi tersebut masih perlu waktu.
Chief Executive Officer Citibank N.A. Indonesia Batara Sianturi menuturkan pihaknya belum melihat perubahan yang drastis dari dampak penurunan suku bunga acuan tersebut.
Citibank, kata Batara, belum akan melakukan perubahan suku bunga, kendati hal tersebut tidak tertutup untuk dilakukan di waktu yang akan datang.
“Karena penurunan suku bunga BI itu baru 2 minggu lalu, kami belum lihat ada pergerakan yang cukup besar untuk langsung meresponsnya, biasanya efeknya akan secara bertahap nanti memengaruhi tingkat deposito perbankan. Kami belum dapat indikasi firm tentang market direction karena penurunan suku bunga oleh BI,” kata Batara.
Terpisah, PT Bank CIMB Niaga Tbk. menyatakan ruang pemangkasan bunga kredit cukup terbuka, khususnya segmen konsumer seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Mobil (KPM) yang berkaitan langsung dengan kebutuhan ritel masyarakat.
Menurut Direktur Konsumer CIMB Niaga Lani Darmawan, turunnya bunga kebijakan BI akan berdampak pada penurunan tingkat biaya dana. Hal ini akan membuat seluruh produk lending baik yang ritel maupun nonritel bisa ditawarkan kepada masyarakat dengan harga yang tidak terlalu mahal atau terjangkau.
“Begitu suku bunga BI turun, kami akan sesuaikan dengan cost of fund. Lalu kalau suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) turun, otomatis suku bunga kredit khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan bisa turun,” katanya belum lama ini.
Namun, Lani belum memastikan besaran penurunan suku bunga kredit dimaksud. Menurutnya hal itu akan bergantung pada penurunan tingkat suku bunga sertifikat Bank Indonesia.
Dalam kesempatan sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta perbankan untuk segera menyesuaikan suku bunga kredit pascapenurunan suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poins (bps) pada Juli lalu.
“Dengan pertumbuhan inflasi 3,32 persen, bunga deposito harusnya tidak lebih dari 5 persen, maka bunga pinjaman juga tidak boleh lebih dari 7 persen, lebih dari itu tentu ekonomi tidak akan jalan,” katanya di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
JK menilai bisnis bank tidak hanya bergantung dari besarnya tingkat suku bunga. Di era sekarang, perbankan juga mampu memupuk pendapatan berbasis komisi yang ikut dipengaruhi oleh tingginya pertumbuhan ekonomi.
“Kalau [bank] hanya mengharapkan pendapatan dari bunga, sementara bunga deposito tinggi, maka cost yang dikeluarkan akan tinggi,” tuturnya.
Dia menambahkan, pemerintah akan terus meminta Bank Sentral untuk menurunkan kembali suku bunga acuan secara bertahap. Menurutnya, hal ini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi.
“Teori sederhana di ekonomi, kalau bunga rendah, investasi tinggi. Kalau bunga tinggi, bagaimana orang mau berinvestasi?”
JK mendorong perbankan juga dapat menyesuaikan tingkat suku bunga agar bisa memberikan dukungan kepada dunia usaha.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih ditopang oleh investasi swasta dengan porsi sebesar 82 persen dari keseluruhan.
Akan tetapi, dalam mendorong investasi, pemerintah dan swasta perlu bekerja sama secara lebih intensif dan meningkatkan harmonisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel