Bisnis.com, JAKARTA — Era industri 4.0 menuntut penyesuaian seluruh sektor di Tanah Air. Tak terkecuali, industri asuransi juga harus berkembang dengan cara memperbaiki sistem, teknologi, hingga agen asuransi agar lebih ramah terhadap digitalisasi.
Penerapan automasi dan digitalisasi di berbagai aspek pun menjadi salah satu prasyarat untuk mempercepat pelayanan asuransi.
Hal itu pun diamini oleh pengamat asuransi Hotbonar Sinaga yang mengatakan perkembangan industri 4.0 menjadi hal yang tidak terelakkan oleh sektor asuransi. Digitalisasi dalam berbagai aspek akan berpengaruh terhadap tuntutan kecepatan pelayanan asuransi.
Meski demikian, tidak semua jenis asuransi dapat ditransformasikan ke digital. Hotbonar memberikan contoh, asuransi umum sebagai salah satu produk yang tidak dapat begitu saja diubah menjadi digital, karena memiliki kompleksitas yang cukup tinggi.
Berbeda dengan asuransi umum, asuransi jiwa justru dianggap sebagai produk yang sederhana di industri asuransi, sehingga dapat dengan mudah ditransformasikan ke digital.
Perbedaan kompleksitas itu kemudian menurut Hotbonar, harus segera direspons oleh perusahaan dengan melakukan persiapan matang menuju era digital.
“Banyak yang perlu disiapkan [industri asuransi] dalam memasuki industri 4.0, sumber daya manusianya, perangkat keras, dan sistemnya. Kalau untuk SDM, programmer dan ahli sistem informasi perlu diutamakan,” kata Hotbonar kepada Bisnis, belum lama ini.
Selain mempersiapkan aspek internal, pelaku industri asuransi juga perlu mempersiapkan pasar yang dapat menerima digitalisasi. Edukasi yang kuat harus dilakukan agar perkembangan yang dilakukan industri dapat disampaikan dan ditangkap oleh nasabah.
“Asuransi menyiapkan digitalisasi saat tertanggungnya tidak siap kan percuma. Diharapkan masyarakat menjadi IT minded," ujarnya.
PEMBEKALAN AGEN
Salah satu ujung tombak edukasi industri asuransi kepada masyarakat adalah agen asuransi. Hal itu membuat agen perlu mengikuti perkembangan zaman, termasuk mengetahui perkembangan industri 4.0 dengan baik.
Dengan pengetahuan yang baik, maka digitalisasi dapat menjadi peluang bagi agen asuransi untuk meningkatkan kinerjanya. Pasalnya, digitalisasi dapat mempercepat proses pengurusan polis yang berujung kepada peningkatan produktivitas.
Hotbonar juga menegaskan pentingnya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan industri asuransi dalam mengadopsi industri 4.0.
Dari aspek regulasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah cukup mendukung pengembangan digitalisasi di industri asuransi. Penanganan khusus OJK terhadap insurtech menjadi salah satu upaya regulator ikut menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Sementara itu, hasil riset perusahaan konsultan manajemen global McKinsey menyebut industri di kawasan Asia Tenggara belum sepenuhnya menerapkan industri 4.0. Baru sekitar 13% industri yang telah meluncurkan implementasi industri 4.0.
Meskipun begitu, Indonesia tercatat menempati posisi kedua sebagai negara dengan tingkat optimisme dalam menerapkan industri 4.0, yakni sebesar 78%. Vietnam dengan optimisme sebesar 79% menempati posisi pertama, sedangkan Thailand dengan skor 72% dan Singapura sebesar 53% berada di bawah Indonesia.
Managing Partner Indonesia McKinsey & Company Phillia Wibowo menilai optimisme tersebut merupakan peluang besar bagi Indonesia, meski saat ini belum semua industri menerapkan industri 4.0.
Peluang itu pun dapat dioptimalkan dengan iklim industri yang kondusif dan SDM yang memiliki daya saing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel