Bisnis.com, JAKARTA — Rencana kenaikan tunjangan cuti tahunan direksi dan dewan pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS dinilai kurang tepat oleh BPJS Watch karena nilai tunjangan yang diterima saat ini belum dapat meningkatkan kinerja badan tersebut. Berapa besaran tunjangan tersebut?
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan, upah dan insentif yang diterima direksi dan dewan pengawas BPJS saat ini nilainya sudah besar tetapi belum diiringi perbaikan kinerja. Terlebih pada BPJS Kesehatan yang mencatatkan defisit.
Dia menjabarkan, berdasarkan Buku Laporan Bulanan BPJS Kesehatan, beban insentif direksi kesehatan setahun dianggarakan yang tertulis dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) 2019 sebesar Rp32,9 miliar untuk 8 orang direksi BPJS Kesehatan.
Berdasarkan data tersebut, maka setiap direksi akan mendapatkan Rp4,11 miliar per tahun, atau Rp342,6 juta per bulan.
Lalu, beban insentif dewan pengawas BPJS Kesehatan setahun dianggarakan tercatat sebesar Rp17,74 miliar untuk 7 orang dewan pengawas BPJS Kesehatan. Artinya, setiap dewan pengawas akan mendapatkan Rp2,5 miliar per tahun, atau Rp211 juta per bulan.
"Dari data tersebut bisa kita simpulkan kompensasi ke direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan sudah sangat besar. Dan dengan nilai tersebut saya kira direksi dan dewan pengawas bisa menjalankan cuti dengan sangat mudah dan senang, tanpa harus ada kenaikan tunjangan cuti," ujar Timboel pada Rabu (14/8/2019).
Dia pun menilai, alasan Menteri Keuangan menaikkan tunjangan cuti untuk meningkatkan kinerja direksi dan dewan pengawas kurang tepat. Hal tersebut menurut Timboel ditunjukkan dengan belum terselesaikannya masalah defisit dan target-target BPJS Kesehatan, serta target hasil investasi dan dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan pada 2018 yang belum tercapai.
"Kalau tunjangan yang dinaikkan adalah tunjangan pelatihan dan pendidikan atau tunjangan membeli buku maka ada relevansinya dengan kinerja," ujar dia.
Selain itu, menurut Timboel, seluruh dana operasional kedua BPJS, termasuk insentif direksi dan dewan pengawas berasal dari iuran. Kenaikan tunjangan cuti bagi para petinggi badan tersebut dinilai dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.
Dia pun menekankan, salah satu prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah nirlaba.
"Oleh karenanya, direksi dan dewan pengawas seharusnya punya sense of belonging dengan semangat sosial untuk bekerja dengan semangat nirlaba, yaitu tidak aji mumpung," ujar Timboel.
Usulan perubahan atau penambahan beberapa komponen manfaat tambahan bagi anggota dewan pengawas dan dewan direksi BPJS mulanya disampaikan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada pemerintah.
Badan tersebut mengajukan beberapa usulan, seperti kenaikan THR keagamaan, tunjangan cuti tahunan, tunjangan cuti besar, tunjangan perumahan, serta peningkatan tunjangan komunikasi, fasilitas kesehatan, dan fasilitas olahraga. Dari seluruh usulan tersebut, hanya tunjangan cuti tahunan yang dinilai layak untuk dipenuhi oleh Kemenkeu.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti menjelaskan, penyesuaian manfaat tambahan lainnya itu tidak akan bepengaruh terhadap pengelolaan dana jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan.
"Pembayaran manfaat lainnya tersebut, termasuk di dalamnya adalah tunjangan cuti tahunan, menggunakan dana operasional BPJS dan tidak menggunakan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN]," ujar Nufransa pada Selasa (13/8/2019) dalam keterangan resmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel