Pemerintah-Perbankan Berebut Investor Ritel

Bisnis.com,21 Agt 2019, 00:59 WIB
Penulis: Duwi Setiya Ariyanti
Ilustrasi Sukuk Negara Ritel./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah dan kalangan perbankan berebut investor ritel yakni terlihat dari masih tingginya bunga deposito pascapenurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.

Analis MNC Sekuritas Nurulita Hawaningrum mengatakan terdapat dua penyebab masih tingginya bunga deposito yang ditawarkan perbankan kendati Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan dari 6% ke 5,75% pada akhir Juli 2019.

Pertama, dia menyebut likuiditas cenderung masih ketat sehingga bunga deposito belum turun. Kedua, dia menuturkan terdapat kemungkinan perebutan dana investor lokal karena intensitas penerbitan surat utang Pemerintah ritel.

Seperti diketahui, pada 8 Agustus hingga 21 Agustus 2019, Pemerintah menawarkan ST005 dengan kupon 7,4%. Seperti yang tercatat pada laman Investree, surat utang bertenor 2 tahun itu pemesanannya telah menyentuh Rp1,78 triliun dari target Rp2 triliun.

Di sisi lain, dari data Pusat Informasi Pasar Uang Bank Indonesia per 19 Juli 2019, bunga deposito jangka waktu 1 tahun di kisaran yang cukup variatif yakni 2,2% hingga 6,6%.

"Bisa ada kekhawatiran deposito menurun dengan ada obligasi ritel, makanya suku bunga deposito masih tergolong tinggi," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (20/8/2019).

Dihubungi terpisah, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, Ramdhan Ario Maruto mengatakan cukup intensnya penerbitan surat utang ritel tak dipungkiri menimbulkan kekhawatiran bagi perbankan. Menurutnya, kendati tren kupon yang ditawarkan terus turun, surat utang ritel Pemerintah masih menarik.

Penawaran ST005 merupakan penawaran SBN ritel yang ke-7 dari rencana 10 kesempatan penawaran di tahun ini. Adapun, hingga saat ini, Pemerintah telah mendapatkan Rp36,33 triliun dari penawaran enam instrumen SBN ritel. Sebelumnya, Pemerintah menargetkan untuk meraup Rp60 triliun hingga Rp80 triliun dari penerbitan obligasi ritel pada tahun ini.

"Ada perang perebutan DPK karena ada rebutan dana masyarakat, perbankan pun akan bersaing dengan produk seperti ini karena terbitnya cukup sering," katanya.

Namun, dia memperkirakan angka pemesanan berada di kisaran Rp2 triliun hingga Rp4 triliun karena sifatnya yang tidak bisa diperjualbelikan atau nontradeable. Angka tersebut menunjukkan respons yang cukup positif sebagai pendalaman pasar obligasi ritel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Akhirul Anwar
Terkini