Bisnis.com, JAKARTA -- Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia akhirnya memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25bps ke level 5,50% di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan tersebut konsisten dengan rendahnya perkiraan inflasi di bawah titik tengah, tetap menariknya imbal hasil aset keuangan domestik sehingga mendukung stabilitas eksternal, serta langkah preemptive untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari dampak perlambatan ekonomi global.
"Sehingga mendukung stabilitas eksternal serta langkah preventif untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dan dampak perlambatan global," ujar Perry saat konferensi pers usai RDG, Kamis (22/8/2019).
Dia memaparkan, berlanjutnya tensi perang dagang dan geopolitik makin menekan pertumbuhan ekonomi global. Ekonomi AS tercatat melambat akibat penurunan ekspor dan investasi nonresidensial. Begitu juga ekonomi negara lain.
"Pelemahan ekonomi global terus menekan harga komoditas termasuk harga minyak," kata Perry.
Untuk merespons kondisi tersebut, sejumlah bank sentral dunia melakukan pelonggaran moneter termasuk yang dilakukan oleh The Fed pada Juli 2019.
Dinamikan ekonomi global perlu dipertimbangkan dalam upaya menjaga ekonomi domestik dan aliran modal asing. "Bauran kebijakan diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik," jelasnya.
Nilai tukar rupiah masih bergerak sesuai dengan fundamentalnya sehingga menopang ketahanan ekonomi domestik. Ke depan, rupiah akan bergerak stabil seiring dengan prospek aliran modal asing yang tetap terjaga seiring ekonomi domestik yang baik dan imbal hasil yang menarik.
Keputusan penurunan suku bunga acuan ini di luar dugaan mayoritas ekonomi yang memperkirakan bahwa BI akan mempertahankan suku bunga acuan di tengah terjaganya laju inflasi.
LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menilai Bank Indonesia perlu menahan suku bunga acuan bulan ini yaitu 5,75%.
Head of Research Macroeconomics and Financial Sector Policy Febrio N. Kacaribu menyatakan, pada Rapat Dewan Gubernur bulan ini Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga kebijakannya terutama karena mempertimbangkan faktor eksternal.
"Meski demikian, BI perlu terus mempertahankan arah kebijakan pelonggarannya bulan depan dan menjelang akhir tahun dengan data-data baru yang tampaknya akan membaik," ujar Febrio melalui rilis yang diterima Bisnis.com, Rabu (21/8/2019).
Adapun pertimbangan menahan suku bunga acuan karena tingkat inflasi Juli cenderung stabil yakni 3,32%, masih dalam kisaran target Bank Indonesia.
Selain itu inflasi inti turun dari 3,25% ke 3,18%. Penurunan inflasi inti utamanya menurut Febrio banyak dipengaruhi oleh berkurangnya gejolak inflasi tetapi akibat pola musiman; bukan cerminan dari permintaan agregat.
Di tengah meningkatnya ketidakpastian global, inflasi domestik yang rendah dan terkendali memberikan ruang bagi BI untuk tetap melakukan pelonggaran yang sudah dimulai sejak Juni.
Febrio pun merincikan pada sektor riil, kinerja ekspor dan investasi yang lemah telah menjadi tantangan terbesar terhadap kinerja PDB tahun ini. PDB pada kuartal II/2019 menunjukkan tingkat pertumbuhan 5,05% (y-o-y), setelah tingkat pertumbuhan 5,07% (y-o-y) pada kuartal I/2019.
Selain itu defisit transaksi berjalan melebar menjadi 3,0% dari 2,5% terhadap PDB pada kuartal sebelumnya.
"Tren turunnya harga komoditas, terutama kelapa sawit dan turunannya, telah dan akan tetap menjadi faktor pendorong terbesar dari pelemahan kinerja ekspor," jelas Febrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel