Golkar Mengapresiasi Asumsi Makro Pemerintah

Bisnis.com,23 Agt 2019, 19:33 WIB
Penulis: John Andhi Oktaveri
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian RUU tentang APBN TA 2020 disertai nota Keuangan dan dokumen pendukungnya dalam sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019)./ANTARA FOTO-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, John Kenedy Azis mengapresiasi kehati-hatian pemerintah dalam menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 pada angka 5,3 persen.

Menurutnya, setelah mencermati Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 beserta nota keuangannya, Fraksi Partai Golkar meyakini bahwa fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi lagi pada 2020.

John Kenedy mengatakan perkiraan tersebut sejalan dengan proyeksi jangka menengah Indonesia menuju tahun 2030. Proyeksi tersebut bercirikan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi.

“F-PG mengapresiasi keberhasilan pemerintah sepanjang kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang konsisten menjaga laju inflasi tetap dibawah empat persen,” katanya, Jumat (23/8/2019).

Sedangkan keputusan pemerintah menetapkan asumsi laju inflasi di level 3,1 persen merupakan langkah tepat sebagai pijakan untuk memperkokoh peningkatan konsumsi dan daya beli masyarakat, katanya.

Di sisi lain, F-PG berharap upaya  pengendalian laju inflasi tidak membebani upaya pemerintah dalam memaksimalkan potensi pertumbuhan ekonomi, katanya.

Aziz juga menyampaikan apresiasi atas langkah pemerintah menetapkan target penerimaan dalam RAPBN 2020 sebesar Rp2.221,5 trilun atau meningkat sebesar 9,4% dari perkiraan realisasi RAPBN 2019.

Untuk mencapai target itu, F-PG berpandangan pemerintah perlu lebih bekerja keras berbagai tantangan seperti penerimaan pajak yang stagnan, tingginya defisit neraca perdagangan dan kurangnya optimal capaian lifting migas, katanya.

“Pemerintah butuh kerja lebih keras mengingat adanya berbagai tantangan seperti stagnannya penerimaan perpajakan, tingginya defisit neraca perdagangan dan kurang optimalnya capaian lifting migas,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Akhirul Anwar
Terkini