Perang Dagang Kembali Memanas, Bursa AS dan Eropa Bergejolak

Bisnis.com,24 Agt 2019, 06:50 WIB
Penulis: Annisa Margrit
Presiden AS Donald Trump (kiri) menggelar pertemuan bilateral dengan Presiden China Xi Jinping untuk membahas perdagangan kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque

Bisnis.com, JAKARTA -- Berlanjutnya perang dagang antara AS-China membuat bursa AS dan Eropa bergerak liar, di tengah kekhawatiran terjadinya resesi di ekonomi global.
 
Dow Jones Industrial Average terkoreksi 623,34 poin atau 2,37 persen, sedangkan S&P jatuh 75,84 poin atau 2,59 persen pada perdagangan Jumat (23/8/2019). Nasdaq anjlok paling dalam setelah turun 239,62 poin atau 3 persen.
 
Indeks STOXX 600 juga terpengaruh dan turun 0,78 persen, sedangkan MSCI global tertekan 1,57 persen.
 
Reuters melansir, Sabtu (24/8), yield US Treasury juga turun setelah investor ramai-ramai mencari aset safe-haven. Imbal hasil untuk tenor 10 tahun menyusut menjadi 1,5351 persen dari 1,61 persen sehari sebelumnya.
 
Harga minyak mentah AS juga dilaporkan anjlok 2,67 persen menjadi US$53,87 per barel dan Brent terpangkas 1,35 persen menjadi US$59,11 per barel.
 
Minyak mentah menjadi salah satu produk yang diincar China dalam tarif impor barunya. Beberapa produk lain adalah produk pertanian dan pesawat kecil.
 
Adapun indeks dolar AS turun 0,47 persen dan euro naik 0,53 persen menjadi US$1,1137 per dolar AS. Yen Jepang menguat 0,95 persen atas dolar AS, sedangkan pounds naik 0,24 persen. 
 
Harga emas di pasar spot turut menguat 1,8 persen menjadi US$1.525,37 per ounce.
 
"Kita tidak butuh China dan, sejujurnya, akan lebih baik tanpa mereka. Besarnya uang yang diperoleh dan dicuri oleh China dari AS, dari tahun ke tahun, selama beberapa puluh tahun, akan dan harus BERHENTI," demikian cuitan Presiden AS Donald Trump, Jumat (23/8) waktu setempat.
 
Hal itu disampaikannya usai mengumumkan bakal menerapkan sederet tarif impor baru dan menaikkan tarif impor eksisting untuk berbagai produk dari China.
 
Rencana itu dikemukakan hanya beberapa jam usai Beijing menyatakan bahwa pada 1 September dan 15 Desember 2019, bakal memberlakukan tarif tambahan sebesar 5 persen atau 10 persen atas 5.078 produk dari Negeri Paman Sam. 
 
Kebijakan Trump juga mendapat reaksi keras dari para pelaku bisnis. 
 
"Tidak mungkin untuk menyusun rencana bisnis dengan iklim seperti ini. Pendekatan pemerintah jelas tidak berjalan dan jawabannya bukanlah menerapkan pajak yang lebih besar terhadap pebisnis dan konsumen AS. Di mana hal ini akan berakhir?" papar Senior Vice President National Retail Federation David French.
 
Adapun Kamar Dagang AS menyebut rencana Trump sebagai sesuatu yang merusak.
 
"Waktu adalah hal yang sangat penting. Kita tidak ingin melihat hubungan AS-China terus memburuk," ucap Executive Vice President dan Head of International Affairs US Chamber of Commerce Myron Brilliant.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini