Seleksi Capim KPK : Pernyataan Salah Satu Calon Disorot

Bisnis.com,02 Sep 2019, 20:35 WIB
Penulis: MG Noviarizal Fernandez
Kaditama Revbang BPK Bahtiar Arif (tengah) memberikan keterangan pers bersama Staf Ahli Bidang Pemeriksaan Investigasi BPK I Nyoman Wara (kanan) dan Kaditama Binbangkum BPK Nizam Burhanuddin (kiri) terkait hasil pemeriksaan BPK atas pengadaan RS Sumber Waras di kantor BPK, Jakarta, Rabu (13/4)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA- Pernyataan salah satu calon Pimpinan KPK disorot karena dinilai tidak benar.

Calon Pimpinan KPK yang dimaksud adalah I Nyoman Wara, yang saat ini mennjadi Auditor I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Mantan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan BPK, Eko Sembodo, menilai pernyataan I Nyoman Wara di depan Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK adalah tidak benar.

Menurutnya, pelaksanaan audit yang dilakukan Nyoman terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dilakukan secara tidak profesional dan bertentangan dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

Akibatnya, laporan hasil pemeriksaan (LHP) tidak dapat diyakini kebenarannya dan tidak bisa digunakan.

Eko menambahkan, Nyoman selaku auditor BPK yang melakukan pemeriksaan investigasi terkait dengan BLBI tidak berpedoman pada SPKN yang dimuat dalam Peraturan BPK Nomor 1/2017.

SPKN merupakan pedoman pemeriksaan dan tolok ukur pelaksanaan pemeriksaan yang wajib digunakan oleh auditor BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaan jenis apapun.

“Auditor yang melakukan pemeriksaan dengan cara yang bertentangan dengan SPKN dapat dikatakan tidak profesional. Pada akhirnya LHP tersebut menjadi tidak dapat diyakini kebenarannya sehingga tidak dapat digunakan,” katanya, Senin (2/9/2019).

Sebelumnya, pada saat uji di depan Pansel Capim KPK, I Nyoman Wara mengaku digugat oleh Sjamsul Nursalim terkait pelaksanaan audit BLBI yang dilakukannya. Auditor BPK ini menegaskan, audit yang dilakukannya sesuai dengan aturan yang benar.

Audit investigasi BLBI pada 2017 menunjukkan adanya kerugian negara, berbeda dengan audit tahun 2002 dan 2006 yang tidak menemukan adanya kerugian negara. Nyoman Wara beralasan bahwa audit 2002 dan 2006 adalah audit kinerja, sedangkan audit investigatif yang ia lakukan pada 2017 untuk menghitung kerugian negara.

Kendati demikian, dia mengakui bahwa dalam audit yang dilakukan hanya menggunakan bukti-bukti dan informasi dari penyidik KPK. Ia juga mengakui tidak melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap pihak terperiksa (auditee) dengan alasan audit investigatif bersifat rahasia sehingga tidak perlu meminta tanggapan dari auditee.

Eko juga menilai pernyataan tersebut tidak mencerminkan Nyoman sebagai auditor profesional, karena pelaksanaan pemeriksaan tidak berpedoman pada SPKN.

Menurutnya Pansel Capim KPK seharusnya mempertanyakan pernyataan tersebut, karena pada dasarnya audit keuangan, audit kinerja, maupun audit investigatif tidak membedakan kewajiban auditor BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk mematuhi dan melaksanakan standar yang ditetapkan atau dijabarkan dalam SPKN.

“Proses konfirmasi atau klarifikasi atau crosscheck, terhadap auditee adalah prosedur standar pelaksanaan audit yang harus dan wajib dilakukan. Ini adalah standar yang universal dan menjadi esensi keabsahan dari suatu audit dengan jenis apapun juga. Dalam audit BPK 2017, pihak yang memberikan tugas pemeriksaan, pihak yang memberikan informasi atau bukti yang menjadi satu-satunya sumber pemeriksaan, dan pihak yang menggunakan LHP tersebut adalah pihak yang sama, yaitu pihak KPK sendiri, dengan tujuan menjustifikasi tuduhan KPK. Dengan sendirinya, audit BPK 2017 tersebut adalah audit yang berpihak, sehingga jelas tidak independen,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini