Harmonisasi Antar Sektor Harus Jadi Prioritas Industri Tekstil

Bisnis.com,02 Sep 2019, 16:53 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Ketidakharmonisan antara pelaku usaha di sektor hulu, antara, dan hilir industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi kendala dalam penyelesaian masalah yang terjadi saat ini.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan ketidakharmonisan di sektor TPT dalam negeri misalnya ketika sektor hulu mengajukan perlindungan berupa antidumping, sektor hilir akan bereaksi karena berarti harus membeli bahan baku dengan harga yang lebih mahal. Di sisi lain, impor bahan baku juga dibatasi.

Menurutnya, hal inilah yang ingin diharmonisasikan di seluruh rantai industri TPT. “Saat ini sudah ada pembicaraan, tetapi belum menjadi suatu kebijakan,” ujarnya di Jakarta, Senin (2/9/2019).

Dia mengatakan industri TPT nasional sebenarnya memiliki kekuatan karena rantai industri dari hulu hingga hilir tersedia di dalam negeri.

“Ketiga sektor [hulu, antara, hilir], seringkali pemahamannya beda, kami ingin ini menjadi harmonis sehingga kami ajak untuk duduk bersama. Dengan demikian, upaya-upaya yang diberikan pemerintah seperti safeguard, antidumping, dan pembatasan impor bisa efektif,” katanya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menuturkan untuk bisa menemukan solusi dari masalah yang saat ini dihadapi industri TPT seluruh sektor harus menyamakan tujuan terlebih dahulu. Dia memberi contoh produsen kain ingin pemerintah membatasi impor kain, tetapi tidak ingin impor bahan baku berupa benang dihambat.

Begitu pula dengan industri benang yang ingin dilindungi pasarnya dari barang impor tetapi tidak mau dibatasi untuk mengimpor serat. Dia menilai walaupun sebagian besar pelaku usaha telah mulai berada dalam satu jalan, tetapi masih ada pihak yang tidak ingin dibatasi impornya.

“Kalau memang ingin balik lagi ke jaman kejayaan industri tekstil seperti tahun 80-an, export oriented kan didahului oleh subtitusi impor, di mana industri garmen pakai kain lokal, dan seterusnya. Jadi, [produk dari hulu] bisa mengalir. Harus sama tujuannya dulu, baru ngomongin masalah, kalau belum satu frame tidak akan bisa [menemukan solusi],” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Galih Kurniawan
Terkini