Dukung Tata Niaga Nikel, Ini Masukan APNI untuk Pemerintah

Bisnis.com,08 Sep 2019, 14:57 WIB
Penulis: Stefanus Arief Setiaji
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penambangan Nikel Indonesia (APNI) meminta kepada pemerintah untuk menerbitkan regulasi yang mengatur tentang tata niaga perdagangan nikel.

Dalam keterangan resminya, Minggu (8/9/2019), APNI menyoroti sejumlah regulasi khususnya perbaikan tata niaga perdagangan nikel meliputi harga bijih nikel yang sesuai dengan harga pasar (HPM/LME), lalu smelter nikel domestik wajib menyerap kadar bijih nikel di bawah 1,7%, dan smelter nikel domestic wajib menyerap minimal 30% kapasitas input nikel dari Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Selain itu, APNI meminta pemerintah menindak tegas perusahaan pemegang IUP dan perusahan pemilik smelter yang menggunakan jasa perusahaan surveyor yang tidak terdafatr resmi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  (ESDM) No. 26 Tahun 2018, dan menindak tegas kepemilikan saham asing untuk pertambangan yang melebih 49%.

Keterangan APNI yang ditandatangani oleh Ketua Umum Insmerda Lebang dan Sekretaris Umum Meidy Katrin Lengkey menyatakan sangat mendukung segala bentuk kebijakan dan regulasi yang diterbitkan pemerintah sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia.

APNI juga mendukung program hilirisasi, pengolahan, dan pemurnian smelter nikel. “APNI sejak terbentuk tanggal 6 Maret 2017, selalu berupaya mendorong pemerintah untuk memperhatikan tata niaga perdagangan bijih nikel domestic,” ujarnya.

Dengan upaya itu, dia berharap akan muncul perbaikan dan kualitas bijih nikel dari dalam negeri.

APNI meminta pemerintah konsisten dengan aturan yang telah ditetapkan dan akan membantu serta bersinergi dengan pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengawasan untuk menindak tegas perusahaan yang melanggara ketentuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Stefanus Arief Setiaji
Terkini