Indonesia Kalah Pamor, Pemerintah Beberkan 5 Kendala Investasi

Bisnis.com,11 Sep 2019, 18:45 WIB
Penulis: Amanda Kusumawardhani
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong/Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah membeberkan lima kendala utama yang menghambat pertumbuhan investasi di Indonesia.

Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Indonesia Thomas Lembong menyebutkan para pengusaha seringkali menghadapi sejumlah kendala ketika ingin merealisasikan investasinya di Indonesia.

Bahkan, kendala-kendala tersebut membuat daya saing Indonesia cenderung rendah jika dibandingkan negara-negara tetangga lainnya yang mendapatkan berkah dari perang dagang antara China dengan Amerika Serikat.

Adapun, kendala utama yang dihadapi oleh investor yakni soal regulasi. Menurutnya, regulasi di Indonesia seringkali tidak jelas, tumpang tindih, dan sering berubah tanpa ada pemberitahuan.

“Kemudian juga perizinan yang bertele-tele, pendaftaran dijadikan izin, syarat dijadikan izin, semuanya dijadikan izin. Ini sangat menghambat proses-proses dunia usaha,” katanya seusai rapat terbatas mengenai ekosistem investasi di Kantor Presiden, Rabu (11/9/2019).

Poin kedua adalah isu perpajakan. Meski pemerintah sudah melakukan banyak pembenahan dan menawarkan sejumlah insentif perpajakan, dia mengungkapkan hal itu belum berdampak signifikan kepada kemudahan berusaha di Indonesia.

“Bicara jujur, meskipun sudah banyak perbaikan, tetap cukup banyak keluhan dari investor dari sisi pemberlakuan atau perlakuan kantor pajak kepada investor,” jelasnya.

Dia menambahkan, poin ketiga adalah urusan lahan di lapangan yang diakuinya sering terjadi sengketa lahan dan sulitnya untuk membebaskan lahan. Tak hanya itu, persoalan lahan itu juga mencakup izin bangunan dan layanan fungsi yang membutuhkan waktu yang lama untuk diproses.

“Keempat, urusan terkait tenaga kerja. Saya kira Pak Presiden juga sudah mengangkat Undang-undang Ketenagakerjaan 2003 itu sudah tidak berfungsi dengan baik,” tekannya.

Thomas mengemukakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut sudah tidak sesuai dengan perubahan zaman. Dia menyebut, regulasi itu membutuhkan penyesuian untuk mengarahkannya ekosistem ketenagakerjaan lebih fleksibel, modern, dan mencerminkan realita ketenagakerjaan saat ini.

Yang terakhir, dia menyinggung soal dominasi BUMN di sektor usaha swasta nasional. Para pengusaha menganggap BUMN seringkali menyerobot peran swasta dalam sebuah proyek sehingga mengecilkan peran swasta dalam dunia usaha nasional.

“Saya kira begini, dunia usaha itu sangat menginginkan sebuah postur yang bersahabat, postur kemitraan dari BUMN. Ini perlu kita evaluasi, mungkin mengembalikan ke sebuah situasi ekulibrium yang lebih sehat,” tekannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini