Ini Proses Pengawasan Terintegrasi yang Dilakukan OJK atas Konglomerasi Keuangan

Bisnis.com,11 Sep 2019, 20:36 WIB
Penulis: Lalu Rahadian
Karyawan melintas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Senin (13/5/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan menyatakan telah memiliki departemen pengawasan untuk melakukan pemantauan terintegrasi di industri jasa keuangan.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo mengatakan pengawasan terintegrasi sudah dilakukan sejak OJK berdiri dan dasar hukumnya bisa ditemukan pada Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Dinamika kelompok penguasa aset jasa keuangan diawasi melalui departemen pengawasan.

Menurutnya, departemen pengawasan memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding divisi. Pernyataan ini disampaikan menyikapi masukan Bank Dunia agar OJK membentuk divisi pengawasan khusus untuk konglomerasi keuangan.

“Ini lebih dari divisi, lebih besar di departemen, bukan divisi. Di departemen pengawasan I ada 8 grup konglomerasi [yang diawasi], departemen II ada 22 grup pengawasan konglomerasi, departemen III ada 4 grup,” papar Slamet di kantornya, Rabu (11/9/2019).

Hingga akhir tahun lalu, ada 48 konglomerasi di sektor keuangan. Sebanyak 34 konglomerasi berasal dari industri perbankan, 3 konglomerasi dari pasar modal, dan 11 berada di Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

OJK mengklaim pengawasan terhadap para konglomerasi itu terus berjalan. Lembaga ini juga menyebut rutin membuat Integrated Risk Rating (IRR) untuk mengukur tingkat kesehatan konglomerasi keuangan tiap 6 bulan sekali.

Slamet mengungkapkan tiap bulan, OJK menggelar rapat deputi dan rapat komite pengawasan terintegrasi untuk menyusun IRR. Peringkat kesehatan konglomerasi ini disusun berdasarkan semua informasi yang diterima dari pelaku industri perbankan, pasar modal, dan IKNB.

Penyusunan IRR pada rapat komite pengawasan terintegrasi wajib dihadiri semua Komite Eksekutif OJK dan para deputi. Mereka dapat memberikan rekomendasi atau putusan tindakan yang bisa diberikan terhadap konglomerasi.

Ada enam tahap pengawasan terintegrasi konglomerasi keuangan yang selama ini dilakukan OJK. Pertama, mengumpulkan berbagai data dan informasi terkait konglomerasi keuangan.

Kedua, membuat profil risiko yang diawasi panelis dan departemen pengendalian dan kualitas pengawasan. Dari pembuatan profil ini, OJK membuat peringkat kesehatan konglomerasi.

Ketiga, membentuk perencanaan pengawasan, yang dibuat setelah mendengar rekomendasi panelis.

Setelah itu, OJK melakukan pemeriksaan berdasarkan profil risiko yang disusun. Penelitian ke lapangan dilakukan tim OJK sebelum membuat pembaruan penilaian risiko dan tingkat kondisi konglomerasi.

OJK lantas melakukan dua tahap terakhir yakni pemantauan dan pengawasan terhadap konglomerasi.

“Ini ada forum panel kedua. Jadi, forum panel pertama tadi, kemudian ada forum panel lagi dari hasil tindak lanjut dan sebagainya. Cycle ini ada enam, itu sudah ada lampiran PDK [Peraturan Dewan Komisioner], tidak mungkin tidak dilakukan,” tegas Slamet.

Berdasarkan data OJK, konglomerasi di industri perbankan menguasai 90 persen konglomerasi keuangan hingga akhir Desember 2018. Hingga akhir 2018, konglomerasi keuangan menguasai 65,8 persen aset jasa keuangan di Indonesia yang berjumlah Rp10.539 triliun.

Total aset yang dikuasai konglomerasi keuangan adalah Rp6.930 triliun. Dari jumlah itu, Rp6.743 aset berasal dari konglomerasi perbankan.

Jika membandingkan data OJK dengan nilai aset bank yang senilai Rp8.068,35 triliun per 2018, maka penguasaan konglomerasi perbankan terhadap aset industri ini mencapai 83,57 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini