Pemerintah Upayakan Mitigasi Risiko Pembiayaan Kembali

Bisnis.com,12 Sep 2019, 17:36 WIB
Penulis: Muhamad Wildan
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengupayakan langkah untuk memitigasi refinancing risk atau risiko pembiayaan kembali.

Mitigasi risiko pembiayaan kembali dilakukan dengan strategi lengthening duration atau memperpanjang jangka waktu jatuh tempo surat berharga negara (SBN) melalui debt switch pada 19 September 2019.

Merujuk pada debt portfolio review per kuartal II/2019 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), average time to maturity (ATM) dari utang pemerintah mencapai 8,6 tahun.

ATM per kuartal II/2019 lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal I/2019 dengan ATM 8,5 tahun.

Merujuk pada medium term budget framework (MTBF) 2019-2022, ATM pada 2019 ditargetkan sebesar 8,4 tahun dan menuju 8,1 tahun pada 2022 dengan kisaran +/- 0,5 tahun untuk mengakomodasi shock.

Adapun utang yang jatuh tempo dalam jangka waktu 1 tahun juga telah ditekan pada angka 7,3%, lebih baik dari kuartal I/2019 yang menyentuh angka 9,9%.

Pada 2020, utang yang jatuh tempo dalam jangka waktu 1 tahun juga diupayakan tidak melewati 10% untuk menyeimbangkan biaya dan risiko utang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan pemerintah saat ini memanfaatkan sentimen pasar yang saat ini dipandang cukup positif.

Meski demikian, Luky juga mengatakan bahwa besaran SBN yang akan dibeli kembali serta besaran kupon yang dapat dihemat masih sangat bergantung pada investor atas transaksi yang ditawarkan oleh pemerintah tersebut.

"Hal ini mengingat transaksi [debt switch] bersifat sukarela di mana investor yang memiliki bonds yang ditawarkan untuk ditukar bersedia menukar dengan bonds seri penukar," ujar Luky, Kamis (12/9/2019).

Saat ini, Luky masih enggan mengatakan secara detail seri-seri SBN apa saja yang ditawarkan untuk dibeli kembali berserta seri SBN penukarnya. Hal ini baru akan diumumkan 18 September 2019.

Meski pemerintah telah mengupayakan strategi lengthening duration yang salah satunya melalui debt switch pada Maret 2019 dan 19 September 2019, besaran utang jatuh tempo dan belanja bunga utang pada 2020 diprediksi tidak terlalu berdampak besar dalam rangka memangkas beban pemerintah tersebut.

"Biasanya size yang di-debt switch tidak akan terlalu besar sehingga dampak secara keseluruhan sifatnya terbatas," ujar Luky.

Merujuk pada debt portfolio review kuartal II/2019, rata-rata utang jatuh tempo pada 2019-2024 mencapai Rp333,4 triliun. Adapun belanja bunga utang yang dianggarkan pada RAPBN 2020 mencapai Rp295,21 triliun.

Apabila merujuk debt switch sebelumnya yakni pada 21 Maret 2019, pemerintah memindahkan sembilan SBN yang jatuh tempo pada tahun 2020-2023 ke empat SBN yang jatuh tempo pada 2029-2048.

Jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp8,44 triliun, sedangkan nominal yang dimenangkan mencapai Rp4,74 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini