Pekan Ini, DPR Upayakan Revisi UU KPK Kelar

Bisnis.com,16 Sep 2019, 14:05 WIB
Penulis: Jaffry Prabu Prakoso
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa (kiri) menyampaikan pendapat disaksikan Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno (kanan) dan Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/10). Diskusi itu membahas pro dan kontra RUU Pengampunan Nasional untuk koruptor. /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menjadikan revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai inisiatif mereka. Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga sudah memberikan pandangan dan sepakat revisi.

Saat rapat kerja dengan pemerintah membahas revisi, Presiden menyoroti beberapa poin yang tidak disetujui.

Dari sisi legislatif, Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hendrawan Supratikno mengatakan bahwa pada prinsipnya mereka memiliki kesamaan perubahan. 

“Rambu-rambunya tetap, KPK tetap menjadi lembaga yang efektif dan kredibel. Namun, memiliki tata kelola yang lebih baik dan tidak mudah disalahgunakan atau diselewengkan,” katanya melalui pesan instan, Senin (16/9/2019).

Hendrawan menjelaskan bahwa partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ingin KPK tidak menjadi organisasi yang sibuk melayani kepentingan pribadi. Itulah sebabnya dalam salah satu isi revisi, KPK perlu dewan pengawas. 

Sementara itu, DPR mencoba mengejar revisi UU 30/2002 yang mengatur KPK selesai pada periode 2014 - 2019 yang selesai bulan ini.

“Kalau semua sigap, minggu ini bisa selesai,” jelasnya Hendrawan. 

Setidaknya, ada empat poin yang Jokowi tidak setujui revisi UU 30/2002. Pertama, Jokowi mengaku tidak setuju jika KPK harus meminta izin dari pihak eksternal, misalnya ke pengadilan, untuk melakukan penyadapan.

Menurutnya, KPK cukup meminta izin internal dari dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan.

Kedua, Jokowi mengaku tidak setuju jika penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari Kepolisian dan Kejaksaan saja.

Dikatakan, penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur aparat sipil negara (ASN), pegawai KPK maupun instansi lainnya. Tentu saja, menurutnya, harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.

Ketiga, Jokowi menyatakan tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan.

Menurutnya, sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.

Keempat, Jokowi menyatakan tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang dikeluarkan dari KPK diberikan kepada kementerian atau lembaga lain. Jokowi meminta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagai mana yang telah berjalan selama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini