Agar E-commerce Kuat, Peranan Produk Lokal harus Diperbesar

Bisnis.com,20 Sep 2019, 00:45 WIB
Penulis: Dewi Andriani

Bisnis.com, JAKARTA  - Era revolusi industri 4.0 telah mengubah perilaku masyarakat dalam berbelanja. Pola konsumsi konvensional  –pembeli dan penjual bertransaksi tatap muka– mulai bergeser kepada cara yang lebih praktis dan cepat. Salah satunya, pemanfaatan Internet melalui telepon pintar.

Perilaku ini mengakibatkan menjamurnya toko-toko online, e-commerce dan marketplace. Perputaran uang lewat platform ini cukup fantastis. Bank Indonesia menyebutkan bahwa di tahun 2019 ini, jumlah transaksi e-commerce per bulannya mencapai Rp 11–13 triliun.

Bahkan nilai pasar e-commerce Indonesia dinilai akan mencapai sekitar Rp 910 triliun pada 2022 (proyeksi McKinsey & Co). Bisa dikatakan, angka tersebut meningkat delapan kali lipat dibandingkan 2017 yang nilainya sekitar Rp 112 triliun.

Kian berkembangnya e-commerce dan potensinya yang sangat besar ini perlu dijaga dan dimanfaatkan. Tak hanya bagi Pemerintah, tapi masyarakat secara luas. Menurut iPrice, monthly active user (MAU) tertinggi e-commerce ini mencapai 137 juta pengguna setiap bulan.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menegaskan peran e-commerce dalam mendorong perekonomian tidak bisa dinafikan meskipun kontribusinya masih kecil.

Berdasarka hasil riset INDEF pada tahun 2018, keberadaan e-commerce mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,71 persen.

"Untuk meningkatkan kontribusi e-commerce diperlukan porsi yang lebih besar dari produk lokal, pemerataan akses dan kualitas Internet, serta penguatan sistem logistik nasional," ujarnya, Kamis (19/9/2019).

Sementara itu, Sekretaris Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Koperasi dan UKM Sutarjo mengatakan bahwa permasalahan utama era perdagangan bebas dan era revolusi industri 4.0 akan berdampak terhadap ekosistem UMKM dan Koperasi, dan mengikutinya terjadi perubahan strategi bisnis yang mendasar.

"Di sisi lain sebagian besar Koperasi dan UMKM (KUMKM) belum siap bersaing dengan kendala utama keterbatasan akses pemasaran, keterbatasan akses permodalan, perizinan usaha belum satu pintu, dan terbatasnya riset dan pengembangan produk KUMKM," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sutarno
Terkini