Kebijakan BI Dinilai Sudah Strategis

Bisnis.com,20 Sep 2019, 06:37 WIB
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) berbincang dengan Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kedua kanan), Deputi Gubernur Rosmaya Hadi (kanan), Deputi Gubernur Erwin Rijanto (kedua kiri) dan Deputi Gubernur Sugeng saat acara jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta

Bisnis.com, JAKARTA -- Langkah Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneter dan makroprudensial sudah strategis untuk mendorong laju pertumbuhan.

Ryan Kiryanto, SVP Kepala Ekonom BNI mengatakan seperti yang diperkirakan sebelumnya, RDG BI kemarin menurunkan bunga acuan atau BI7DRRR sebesar 25 bps menjadi 5,25% juga untuk lending rate dan deposit facility rate.

Hanya yang mengejutkan bagi Ryan, pada RDG BI kali ini BI juga melonggarkan kebijakan makroprudensialnya yakni LTV, RIM, melengkapi kebijakan moneter yaitu suku bunga dengan turunnya BI rate.

"Bauran Kebijakan oleh BI ini jelas dimaksudkan untuk mengakselerasi kegiatan perekonomian melalui jalur sistem perbankan di mana perbankan dikondisikan untuk segera menyesuaikan arah suku bunga yakni untuk simpanan dan kreditnya sesuai dengan arah suku bunga acuan," ujar Ryan melalui rilis, Kamis (19/9/2019).

Dia menjelaskan, cepat atau lambat gerakan suku bunga akan ke bawah guna mendorong permintaan kredit produktif dengan dilonggarkannya rasio RIM, maupun kredit konsumtif dengan dilonggarkannya rasio LTV untuk kredit properti atau KPR dan kredit kendaraan bermotor atau KKB.

Dia menilai dengan cara ini sisi konsumen bank (demand side) terdongkrak, sedangkan dari sisi bank (supply side), perbankan didorong melonggarkan suku bunga utamanya bunga kredit, sehingga fungsi intermediasi meningkat selaras dengan relaksasi rasio likuiditas (RIM) dan rasio LTV.

Adapun yang melandasi keputusan RDG BI yang akomodatif atau dovish ini, antara lain, arah ekspektasi inflasi yang terkendali pada kisaran 3,3% FY; sikap dovish sebagian besar bank sentral di dunia, bahkan ada yang negative interest rate seperti ECB, BOJ, termasuk turunnya FFR oleh The Fed sebesar 25 bps menjadi 1,75%-2,00%.

Selain itu juga ruang fiskal atau porsi belanja barang dan modal oleh pemerintah (K/L) yang masih cukup besar. Disusul nilai tukar rupiah yang relatif stabil karena semua faktor sudah price-in, serta menjaga momentum pertumbuhan agar tidak hilang.

"Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan keputusan RDG BI Kamis [19/9] karena BI memang konsisten dengan pendekatan ahead the curve dan pre-emptive action policy," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini