Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang rencananya mulai berlaku pada 1 Januari 2020 guna menekan defisit yang kian melebar.
Kenaikan iuran BPJS tersebut paling dirasakan oleh peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri karena kenaikannya mencapai hingga 100%, terutama untuk kelas 1 dan kelas 2.
Jika semula Rp51.000 per jiwa menjadi Rp110.000 per jiwa untuk kelas 2, kemudian di kelas 1 dari Rp80.000 menjadi Rp110.000 per jiwa setiap bulannya, sedangkan untuk kelas 3 naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000.
Perencana Keuangan dari OneShildt Financial Planing Budi Rahardjo mengatakan kenaikan iuran BPJS tersebut memang dapat saja mengganggu keuangan seseorang karena ada biaya pengeluaran yang membengkak.
“Namun, bagaimanapun kita tidak bisa memungkiri bahwa kenaikan ini akan terjadi, yang jelas proteksi kesehatan itu perlu dan penting sehingga untuk mengatasi hal ini setiap orang perlu untuk melakukan penyusunan ulang prioritas,” tuturnya kepada Bisnis pada Sabtu (21/9/2019).
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah turun kelas. Bila biasanya berada pada kelas 1, maka bisa pindah ke kelas 2 sehingga biaya yang dikeluarkan pun tidak meningkat terlalu besar.
Kedua, jika tidak ingin pindah kelas maka harus menghilangkan beberapa pengeluaran yang bukan menjadi prioritas.
“Misalnya untuk rekreasi atau hiburan keluarga yang sebulan bisa empat kali, dikurangi menjadi hanya dua kali sehingga dapat lebih hemat dan dananya bisa dialokasikan untuk BPJS,” ujarnya.
Ketiga, seandainya memang tidak ada yang bisa dikurangi, maka harus bisa mencari subtitusi atau pengganti untuk barang atau jasa yang dipakai dengan biaya yang lebih murah tetapi manfaatnya sama. Misalnya untuk membeli produk tertentu dialokasikan anggaran Rp100.000, bisa dicari penggantinya yang lebih murah dengan manfaat atau kualitas yang tidak jauh beda.
Keempat, mencari penghasilan tambahan sehingga bisa menambah pendapatan untuk membiayai kehidupan. “Kita memang harus fleksibel terhadap perubahan seperti ini karena cash flow itu ya ada naik turunnya, tinggal bagaimana kita pintar dalam mengatur keungan,” ujarnya.
Apalagi sebetulnya jika dibandingkan dengan asuransi swasta, BPJS yang merupakan asuransi sosial ini memiliki banyak nilai positif, biaya premi yang harus dikeluarkan pun sebetulnya masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan asuransi swasta.
“Memang asuransi swasta itu memiliki berbagai kemudahan, tapi itu diimbangi dengan biaya premi yang lumayan besar. Pun dibedakan berdasarkan kelas, jenis kelamin, usia, serta penyakit. Semakin berisiko biayanya akan semakin besar, sedangkan BPJS biayanya fix, siapa pun bisa ikut dan mendapatkan pelayanan yang sama,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel