BPJS Ketenagakerjaan Perlu Agresif Tingkatkan Kepesertaan

Bisnis.com,23 Sep 2019, 22:48 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Petugas BPJS Ketenagakerjaan melayani warga di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Daerah Istimewa Yogyakarta, DI Yogyakarta, Kamis (22/6)./Antara-Andreas Fitri Atmoko

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan dinilai perlu melakukan strategi intensifikasi dalam meningkatkan jumlah kepesertaan, yang tahun ini tengah melambat.

Pengamat asuransi Hotbonar Sinaga menilai BPJS Ketenagakerjaan perlu meningkatkan kepersetaan dari perusahaan-perusahaan yang ada saat ini, mengingat masih terdapat perusahaan yang tidak mendaftarkan seluruh karyawannya ke BPJS Ketenagakerjaan.

“Sekarang belum mendekati angka 100% [tingkat kepesertaannya]. BPJS Ketenagakerjaan perlu meminimalkan masalah PDS, perusahaan daftar sebagian,” ujar mantan Direktur Utama Jamsostek tersebut kepada Bisnis, Senin (23/9/2019).

Dia pun menjelaskan, penggarapan kepesertaan perusahaan sama pentingnya dengan penggarapan pekerja informal. Meskipun secara keberlangsungan kepesertaan lebih sulit, pekerja informal turut memiliki hak untuk mendapatkan proteksi.

Untuk mendorong kepesertaan, baik perusahaan maupun informal, BPJS Ketenagakerjaan dapat menggenjot produktivitas karyawan di seluruh kantor cabang untuk aktif menggaet calon peserta.

Dia menjelaskan, pertumbuhan tingkat kepesertaan menjadi penting karena kinerja BPJS Ketenagakerjaan berpotensi melambat.

Berdasarkan Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT), BPJS Ketenagakerjaan menargetkan jumlah peserta aktif hingga akhir tahun ini mencapai 34,3 juta orang. Namun, per Agustus 2019 jumlah peserta masih sebanyak 31,6 juta orang.

Melambatnya pertumbuhan jumlah peserta dinilai sangat berpengaruh pada capaian total iuran peserta sepanjang tahun berjalan. Hingga Agustus 2019, total iuran terkumpul mencapai Rp46,7 triliun atau rata-rata Rp5,83 triliun per bulan.

Capaian tersebut baru mencakup sekitar 61,4% dari target iuran tahun ini senilai Rp76,03 triliun. Artinya, dalam empat bulan BPJS Ketenagakerjaan perlu memperoleh iuran Rp29,3 triliun atau Rp7,3 triliun per bulan.

Hotbonar menilai, melambatnya kinerja BPJS Ketenagakerjaan tersebut berkaitan dengan belum kondusifnya kondisi perekonomian, baik di dalam negeri maupun secara global. Selain itu, situasi politik pun masih penuh ketidak pastian.

“Apalagi foreign direct investment menunda rencana masuknya ke Indonesia karena situasi dan kondisi yang belum menentu, sehingga jumlah investasi tidak akan tumbuh sesuai harapan dan akan menunda juga pertumbuhan peserta aktif,” ujar dia.

Dalam kondisi tersebut, Hotbonar menilai wajar apabila BPJS Ketenagakerjaan merevisi targetnya pada tahun ini karena kondisi eksternal yang tidak mendukung.

“Tapi mereka harus tetap agresif dalam meningkatkan kepesertaan, sambil tetap meningkatkan pelayanan dan menambah benefit,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Taufikul Basari
Terkini