Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan kredit dalam denominasi valuta asing (valas) kembali menunjukkan tren perlambatan sehingga bank tidak bergerak ekspansif untuk mendorong pertumbuhan kredit tersebut.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Juni 2019, kredit valas tercatat sebesar Rp801,55 triliun atau tumbuh 6,62% secara tahunan (year on year/yoy). Pada periode yang sama tahun 2018, kredit valas tercatat tumbuh signifikan, yakni 16,45% yoy.
PT Bank Central Asia Tbk. misalnya, memilih menahan diri menyalurkan kredit valas. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari risiko kredit bermasalah.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bank saat ini tidak gencar menyalurkan kredi valas, tetapi lebih menjaga pertumbuhan kredit ini agar tetap stabil.
"Kredit valas berisiko tinggi, belajar dari tahun 1998 dan 2008 jika ada gejolak ekonomi, kredit valas berpotensi macet. Jadi, kami tidak mau menaikkan kredit valas, maunya stabil saja," katanya kepada Bisnis, Senin (23/9/2019).
Rasio kredit valas terhadap total portofolio pembiayaan pun terbilang rendah. Per Agustus 2019, loan to deposit ratio (LDR) valas perseroan tercatat 50%-60%.
Adapun, Per Juni 2019, porsi kredit valas BCA stabil pada kisaran 6% hingga 6,5%. Perseroan mencatat portofolio kredit pada periode tersebut sebesar Rp565,2 triliun atau naik 11,5% yoy.
Senada, Direktur Utama PT Bank Mayapada International Tbk. Haryono Tjahharijadi menyampaikan pertumbuhan kredit valas yang mandek dipengaruhi oleh penurunan demand debitur yang berorientasi ekspor.
Di samping itu, bank memang selektif menyalurkan kredit valas. Haryono mengutarakan, perseroan belum memberikan fasilitas pembiayaan baru dalam bentuk valas di tahun ini.
"Tidak ada pertumbuhan untuk kredit dalam bentuk valas dan proyeksi ke depan juga akan stagnan saja," jelas Haryono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel