Malaysia Tingkatkan Penyelidikan terhadap Grab

Bisnis.com,25 Sep 2019, 14:14 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Grab Bike/Reuters-Iqro Rinaldi

Bisnis.com, JAKARTA – Malaysia meningkatkan penyelidikan anti-monopoli terhadap Grab Holdings Inc. seiring dengan upaya pemerintah mendatangkan persaingan yang lebih besar untuk ekonominya.

CEO Komisi Persaingan Malaysia Iskandar Ismail menjelaskan bahwa komisi pengawas anti-monopoli ini meningkatkan penyelidikan terhadap startup transportasi daring yang berbasis di Singapura tersebut. Namun ia menolak menguraikan langkah-langkah spesifik yang dimaksud.

Penyelidikan itu pertama kali diumumkan oleh Kementerian Transportasi Malaysia pada tahun lalu, menyusul berbagai keluhan yang menuding Grab melakukan praktik monopoli setelah mengakuisisi operasi Uber Technologies di Asia Tenggara.

Sementara itu, persaingan yang lebih besar dapat meningkatkan posisi Malaysia sebagai tujuan bisnis. Rival Grab, Gojek, berencana memasuki pasar transportasi di negara ini. Pihak manajemen Gojek diketahui telah bertemu dengan Perdana Menteri Mahathir Mohamad pada Agustus.

“(Malaysia) mengirimkan sinyal kepada investor asing yang ingin memasuki Malaysia bahwa negara ini akan menjadi medan permainan yang adil tanpa keuntungan tidak adil kepada perusahaan tertentu karena koneksi politik ataupun alasan lain,” ujar Alex Holmes, Ekonom Asia di Capital Economics, seperti dilansir dari Bloomberg.

Pemerintahan PM Mahathir tengah berupaya untuk mengekspos perusahaan-perusahaan yang terkait dengan negara terhadap persaingan dan memperkenalkan tender terbuka.

Malaysia memerintahkan perusahan telekomunikasinya, Telekom Malaysia Bhd., untuk berbagi jaringan kabel broadband berkecepatan tinggi dengan operator-operator lain.

Pemerintah Malaysia juga mempertimbangkan untuk memungkinkan konsumen memilih pemasok listrik selain Tenaga Nasional Bhd.

Sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengatasi pemborosan dalam pengeluaran publik, Iskandar mengatakan Komisi Persaingan sedang memeriksakan sejumlah perusahaan karena kemungkinan praktik tender kolusif (bid rigging).

Pada Maret, delapan perusahaan disebut membentuk kartel untuk memanipulasi penawaran pada tender yang melibatkan layanan teknologi informasi untuk institusi yang terhubung dengan negara.

Menurut Iskandar, komisinya menerima lebih banyak permintaan dari badan-badan negara dan perusahaan swasta yang ingin belajar bagaimana cara mendeteksi persekongkolan tender dan praktik anti-persaingan lainnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini