Indonesia Masih Tertinggal dari India Soal Pengembangan EBT

Bisnis.com,25 Sep 2019, 17:35 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Teknisi mengoperasikan mesin turbin di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Dago, Bandung, Jawa Barat, Jumat (19/10/2018). PLTA yang dikelola oleh PT Indonesia Power itu masih beroperasi mengalirkan listrik untuk warga Bandung dan sekitarnya./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia masih kalah jauh dengan India dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT), terutama dari sisi pemanfaatan energi surya untuk pembangkitan.

Peneliti ANU Arndt-Corden Department of Economics Budy P. Resosudarmo mencontohkan pada 2017, kapasitas terpasang energi surya untuk pembangkitan India telah mencapai 51 gigawatt (GW), sedangkan kapasitas terpasang di Indonesia pada periode yang sama kurang dari 0,1 GW.  

Padahal, India dan Indonesia masih setara pada 1985. Namun, selepas 1990, penggunaan EBT di India justru melesat meninggalkan capaian Indonesia.

Menurutnya, dukungan dari pemerintah telah membuat India memiliki capaian kapasitas terpasang energi surya untuk pembangkitan yang tinggi. Selain itu, India juga telah berhasil melakukan large scale reverse auction atau lelang berlawanan.

Hasilnya, biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan menjadi US$3,7 sen per kWh atau di bawah BPP Indonesia yang sebesar US$7,66 sen per kWh.

"India dan Indonesia sama-sama bergantung pada batu bara dalam hal electric generation.  Bedanya India land country, connection lebih mudah, dan Indonesia island based. India juga sangat kuat dalam bidang riset renewable energy," katanya, Rabu (25/9/2019).

Menurutnya, ada dua ide utama yang harus dilakukan Indonesia untuk dapat mencapai capaian India, yakni mengurangi subsidi energi agar BPP EBT seperti surya dan batu bara seimbang dan menerapkan pajak batu bara.

"Kita perlu dukungan pemerintah nasional, internasional, dan dukungan dari masyarakat," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Lucky Leonard
Terkini