DPR AS Selidiki Presiden Trump, Rupiah Dibuka Melemah Tipis

Bisnis.com,25 Sep 2019, 09:10 WIB
Penulis: Finna U. Ulfah
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- Rupiah dibuka melemah tipis pada perdagangan Rabu (25/9/2019), seiring dengan melemahnya dolar AS setelah DPR AS secara resmi membuka penyelidikan terhadap Presiden AS Donald Trump.

Situasi itu menambah ketidakpastian politik di Negeri Paman Sam.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka di level Rp14.120 per dolar AS, melemah tipis 0,04 persen atau 6 poin. Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang mata uang mayor bergerak cenderung stabil di level 98,433.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengumumkan pihaknya akan memulai penyelidikan formal terhadap Trump karena meminta bantuan asing untuk menyelidiki sepak terjang kandidat calon presiden AS dari Partai Demokrat, Joe Biden, dan putranya. Dia mengatakan Trump telah merusak keamanan nasional dan melanggar Konstitusi AS.

Ketika menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres) AS di masa pemerintahan Barack Obama, Biden diminta untuk bekerja sama dengan Pemerintah Ukraina dalam rangka pemberantasan korupsi. Pada saat yang sama, putranya, Hunter Biden, menjadi salah satu direksi di perusahaan energi swasta terbesar di Ukraina yaitu Burisma Holdings. Hal ini dinilai membuka peluang adanya konflik kepentingan di keluarga Biden.

Adapun Trump telah menyatakan akan merilis transkrip pembicaraan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. Pernyataan ini disampaikan di tengah laporan bahwa dirinya menahan bantuan AS senilai hampir US$400 juta ke Ukraina sebagai cara untuk membuat Zelenskiy meluncurkan penyelidikan atas Biden dan putranya.

Dolar AS juga ditekan oleh data yang menunjukkan kepercayaan konsumen AS periode September 2019, turun paling tinggi dalam sembilan bulan terakhir. Penurunan tersebut lebih rendah daripada yang diharapkan.

Kepala Ekonom Keuangan MUFG Bank New York Chris Rupkey mengatakan  kepercayaan konsumen yang anjlok pada September 2019, dianggap sebagai kejutan besar yang dapat menghambat ekspansi ekonomi AS, yang kini bergantung pada sektor belanja konsumen untuk mendorong pertumbuhan.

"Berita yang tidak disukai tentang semangat konsumen ini adalah perkembangan baru yang mengejutkan, yang bahkan dapat membawa lebih banyak penurunan suku bunga akhir tahun ini dari Federal Reserve," tuturnya.

Di sisi lain, Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menyampaikan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak pengesahan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU), tidak mempengaruhi pergerakan rupiah.

Meski terdapat capital outflow yang mencapai sekitar Rp1 triliun pada perdagangan Selasa (24/9), yang menjadi katalis negatif bagi rupiah, sentimen tersebut berhasil ditangkis oleh Bank Indonesia (BI). BI telah melakukan intervensi melalui transaksi di pasar valas dan obligasi dalam perdagangan Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) sehingga rupiah mampu menghindari penurunan yang tajam.

Ibrahim melanjutkan dengan fundamental ekonomi yang cukup baik saat ini, intervensi tersebut membantu rupiah tetap terjaga di zona aman sehingga fluktuasinya tampak cenderung stabil.

Sementara itu, Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengemukakan sentimen eksternal masih lebih dominan dibandingkan dengan aksi unjuk rasa mahasiswa pada pergerakan rupiah kali ini.

“Sentimen eksternal masih lebih besar mempengaruhi pergerakan rupiah seperti kekhawatiran perang dagang dan pelambatan ekonomi global,” ujarnya.

Kendati demikian, Ariston menilai jika aksi unjuk rasa meluas, berlarut, dan menjadi makin tidak kondusif, maka tak tertutup kemungkinan bakal mempengaruhi pergerakan rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini