Bisnis.com, JAKARTA - Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan dalam kondisi terjaga di tengah masih tingginya ketidakpastian perekonomian global.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo menyatakan sektor jasa keuangan domestik masih mencatatkan perkembangan yang positif dengan pertumbuhan intermediasi yang stabil dan profil risiko lembaga jasa keuangan yang terjaga.
Rendahnya tingkat inflasi inti, turunnya volume perdagangan global, dan terkontraksinya business confidence semakin memperkuat keyakinan akan perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara advanced economies (AE).
Menyikapi hal tersebut, mayoritas bank sentral global mengambil stance yang lebih akomodatif dan diprediksi masih akan berlanjut sampai dengan akhir tahun ini.
Di sisi lain, berlanjutnya penurunan harga komoditas di tengah masih tingginya tensi perang dagang antara AS-Tiongkok menjadi tambahan downside risk yang meliputi potensi pertumbuhan perekonomian ke depan, termasuk emerging markets (EM).
Kebijakan AE yang akomodatif kembali mendorong investor nonresiden masuk ke pasar keuangan EM, termasuk Indonesia. Hal ini tampak dari derasnya arus masuk nonresiden pada pasar SBN pekan lalu yang mencatatkan net buy sebesar Rp16,7 triliun dengan penguatan yield sebesar 8,9 bps mtd.
Berbeda dengan pasar saham, seiring dengan pelemahan pada mayoritas negara EM, pada 20 September 2019 IHSG mencatatkan pelemahan sebesar 1,5% mtd di level 6.231,5 dengan net sell investor nonresiden sebesar Rp5,4 triliun.
Namun demikian, selama 2019 IHSG masih tumbuh positif sebesar 0,6%, diikuti oleh yield SBN yang turun 76,4 bps. Investor nonresiden pada periode yang sama mencatatkan net buy di pasar saham dan SBN masing-masing sebesar Rp53,9 triliun dan Rp133,0 triliun.
Kinerja Intermediasi
Terkait penyaluran kredit, OJK menyatakan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan masih tumbuh positif di bulan Agustus 2019.
“Kredit perbankan mencatat pertumbuhan sebesar 8,59% year on year (YoY), didorong oleh kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 12,72% yoy,” kata Anto dalam keterangan tertulis, Kamis (26/9/2019).
Meski masih positif, pada dasarnya pertumbuhan kredit tersebut sedikit melambat dibandingkan dengan realisasi penyaluran kredit pada Juli 2019 yang tercatat sebesar 9,58% (YoY), ditopang pertumbuhan kredit investasi sebesar 13,75% (YoY).
Sementara itu, pertumbuhan piutang pembiayaan walau mengalami moderasi tercatat tumbuh di level 4,1% yoy.
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan dalam tren meningkat sebesar 7,62% yoy, ditopang oleh pertumbuhan deposito sebesar 7,86% yoy. Seperti halnya perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit, penghimpunan DPK itu juga melambat dibandingkan bulan Juli yang tercatat tumbuh 8,04% (YoY) yang didukung pertumbuhan giro sebesar 9,68% (YoY).
Sementara itu, sepanjang Januari s.d. September 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp120,85 triliun dan Rp66,86 triliun. Sampai dengan 24 September 2019 penghimpunan dana melalui pasar modal mencapai Rp125 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp123,2 triliun.
Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 36 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 47 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp35,82 triliun.
Lebih lanjut, lembaga jasa keuangan dinilai mampu menjaga profil risiko pada level yang manageable. Risiko kredit perbankan berada pada level yang rendah, tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan sebesar 2,60% (NPL net: 1,17%).
Sementara itu, rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan stabil di level 2,8% (NPF net: 0.55%, Agustus 2019). Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,11%, di bawah ambang batas ketentuan.
Likuiditas dan permodalan perbankan juga berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 198,84% dan 92,90%, jauh di atas threshold.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan perbankan sebesar 23,93%. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 323% dan 684%, jauh di atas ambang batas ketentuan.
OJK senantiasa memantau dinamika perkembangan ekonomi global dan berupaya memitigasi dampak kondisi yang unfavourable terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik terutama terkait dengan profil risiko likuiditas dan risiko kredit.
OJK juga terus memperkuat koordinasi dengan para stakeholder untuk memitigasi ketidakpastian eksternal yang cukup tinggi, menjaga kontribusi sektor jasa keuangan dalam pembangunan, dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel