Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. meminimalisir dampak perlambatan ekonomi global terhadap debitur pertambangan. Bank memitigasi risiko sejak dini melalui loan exposure limit atau pembatasan penyaluran kredit.
“Sehingga dampak pada komoditas utamanya pertambangan tidak besar,” kata SEVP Remedial and Recovery A. A. G. Agung Dharmawan kepada Bisnis, Selasa (1/10/2019).
Agung menjelaskan bahwa pada tahap paling dini bank melakukan upaya restrukturisasi kredit agar menjaga status kolektibilitas tetap lancar.
Pada tahap selanjutnya, bila proses sebelumnya tidak optimal, bank melakukan program recovery atau jual jaminan dalam upaya mengoptimalkan tingkat pengembalian atas kreditnya (recovery rate).
Sepanjang tahun ini, hingga kuartal ketiga, tren tingkat pengembangan dari debitur komoditas berlangsung baik dan optimal. “Hal ini karena debitur kami terbilan kooperatif dan mendukung,” kata Agung.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kredit pada sektor pertambangan melaju cepat tahun ini. Per Juni 2019, penyaluran dana kepada debitur terkait usaha pertambangan dan penggalian naik 20,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp136,55 triliun.
Realisasi pertumbuhan itu tergolong tinggi, mengingat penyaluran kredit secara total hanya tumbuh satu digit.
Sementara itu rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) kredit pertambangan per Juni 2019 sebesar 3,6 persen lebih tinggi dibandingkan posisi industri. Kendati demikian rasio NPL tersebut membaik dibandingkan posisi awal tahun, 4,8 persen.
Adapun hal tersebut diikuti oleh anjloknya harga batu bara sejak September 2018 hingga Juli 2019. Selain itu sejumlah perusahaan tambang komoditas juga berurusan dengan pengadilan, karena tersangkut masalah utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel