Perkembangan Program JKN Bakal Kerek Industri Farmasi

Bisnis.com,11 Okt 2019, 09:54 WIB
Penulis: Andi M. Arief
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Industri farmasi nasional diproyeksi akan tumbuh pada tahun ini lantaran peserta Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) terus bertambah.

Situs resmi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat jumlah peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 221,2 juta atau 82,87% dari total penduduk. Adapun jenis obat yang diserap oleh peserta BPJS Kesehatan adalah obat generik atau hasil resep dokter.

“Dari sisi pertumbuhan produksi lebih bagus yang obat resep karena pertumbuhan peserta BPJS kan positif,” ujar Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk. Vidjongtius kepada Bisnis, Kamis (10/10/2019).

Kalbe memproduksi tiga jenis obat yakni obat bermerek, obat generik, dan obat over the counter (OTC). Adapun, obat bermerek dan obat generik harus berdasarkan resep dokter, sementara obat OTC dapat didistribusikan secara bebas.

Vidjongtius memaparkan sepanjang Januari—September 2019 pertumbuhan obat resep lebih tinggi dari obat OTC, tetapi tidak berarti pertumbuhan OTC mengalami kontraksi. Adapun, obat resep berkontribusi sebesar 25% dari total produksi perseroan, sedangkan OTC dan makanan dan minuman kesehatan berkontribusi sekitar 18%.

Produksi produk farmasi perseroan berkontribusi sekitar 30%-34% dari produksi. Secara komposisi, obat generik berkontribusi sekitar 35%-40% dari pendapatan perseroan. Namun demikian pendapatan utama perseroan masih berasal dari penjualan obat bermerek.

Presiden Direktur PT Hexpham Jaya Laboratories Mulia Lie mengatakan produksi tumbuh dua digit pada Januari—September 2019. Adapun, perseroan memproduksi sekitar 2,8 miliar—3 miliar tablet per tahun.

“Tujuan kami untuk menyukseskan program pemerintah yaitu JKN melalui obat generik yang berkualitas dan terjangkau harganya. Sejauh ini kami tidak menemukan kendala. Utilitas pabrikan dijaga sekitar 80%-85% [hingga akhir tahun],” ujarnya kepada Bisnis.

Sementara itu, PT Phapros Tbk. Menyatakan ada penurunan produksi yang disebabkan rencana kebutuhan obat (RKO) periode 2020 dan 2021. Alhasil, perseroan belum dapat memastikan volume yang harus diproduksi.

“Secara rata-rata ada koreksi kapasitas produksi, tapi tidak signifikan kalau dibandingkan dalam 1 tahun. Kemungkinan pada akhir semester II/2019 akan kami persiapkan [produksi untuk RKO 2020 dan 2021],” kata Direktur Utama Phapros Barokah Sri Utami.

Sri mengatakan perusahaan akan menjaga utilitas pabrikan di kisaran 70%-80% hingga akhir tahun. Hal tersebut dilakukan untuk mempersiapkan potensi serapan obat injeksi pada 2024. Menurutnya, potensi serapan oabt injeksi akan meningkat lantaran tantangan prevalensi penyakit masih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Galih Kurniawan
Terkini