Rawan Kebocoran, Persetujuan Impor Tekstil harus Direvisi

Bisnis.com,12 Okt 2019, 05:00 WIB
Penulis: Hadijah Alaydrus
Penjual bahan kain menata dagangannya di Pusat Grosir Tanah Abang, Jakarta, Jumat (14/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, BANDUNG - Persetujuan impor di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64/2017 tentang ketentuan impor tekstil dan produk tekstil dinilai sebagai poin penting yang harus diperhatikan dalam rencana revisi beleid tersebut.

Pasalnya, persetujuan impor tersebut menjadi poin utama yang rawan kebocoran.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan izin impor tekstil dan produk tekstil (TPT) diperlukan sebagai bagian pengawasan impor yang lebih ketat.

"Ini juga menjadi hambatan non tarif sehingga tidak kebobolan seperti saat ini," tegas Bhima, Jumat (11/10/2019).

Terkait dengan kebocoran impor TPT, Bhima meragukan pernyataan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan impor barang TPT melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) hanya 4,1%. Menurut Bhima, jumlah importir sangat banyak yang memanfaatkan PLB karena mendapat banyak fasilitas termasuk penangguhan bea masuk.
Oleh karena itu, pemerintah perlu meninjau kembali lagi fungsi PLB.

Dia berargumen idealnya PLB itu bukan mudahkan impor tapi justru memperketat pengawasan barang yang mau masuk ke Indonesia, karena pemusatan impor di dalam satu lokasi PLB seharusnya pengawasannya bisa efisien dan lebih efektif.

"Kemudian fungsi untuk export oriented juga harus dikaji ulang dan PLB yang melenceng terlalu jauh dan blunder bagi produsen dalam negeri, eksistensinya harus ditinjau ulang," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sutarno
Terkini