Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. akan fokus mengoptimalkan kinerja perseroan untuk menjaga dan meningkatkan nilai saham ke depannya.
Pernyataan itu disampaikan Direktur Treasury Internasional BNI Bob Tyasika Ananta menanggapi fluktuasi harga saham BBNI sejak awal 2019. Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan naik-turunnya harga saham perseroan sejak awal tahun.
"Menurut saya banyak faktor yang memengaruhi keputusan investor dalam melakukan investasi portfolionya, antara lain kondisi makro yang belum menunjukkan perkembangan yang membaik antara lain perang dagang, proyeksi pertumbuhan global yang melemah, harga komoditas yang tertekan," ujar Bob kepada Bisnis, Jumat (11/10/2019).
Berdasarkan penelusuran, harga saham BNI sejak awal tahun mengalami tren pelemahan. Pada penutupan indeks pelan lalu, harga saham BNI berada di angka Rp6.975 per lembar saham atau melemah Rp1.750 sejak awal 2019.
Pada perdagangan sepekan lalu, nilai saham BBNI mengalami tren penguatan dari Rp6.925 menjadi Rp6.975. Menurut Bob, perseroan akan menguatkan kolaborasi dengan analis untuk memperbaiki nilai saham BNI ke depannya.
"Kolaborasi dengan analis global juga merupakan salah satu faktor yang krusial agar investor global juga mendapatkan gambaran independen terkait dengan BBNI maupun faktor eksternal," katanya.
Sepanjang lima tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, valuasi atau harga saham BNI tak bisa dikatakan selalu ada dalam tren positif atau negatif. Nilai lembaran saham bank pelat merah ini selalu naik-turun.
Harga saham BBNI pernah mencapai puncaknya pada 29 Desember 2017. Saat itu, nilai per lembar saham bank ini mencapai Rp9.900. Sementara harga terendah pernah terjadi pada 25 September 2015 kala per lembar saham perseroan dihargai Rp4.110.
Bob yakin Pada periode kedua pemerintahan Jokowi perbaikan kondisi makro perekonomian akan terjadi. Hal ini bisa menjadi pemicu membaiknya harga saham emiten perbankan khusus BBNI.
"Kami harus lihat dulu periode kedua, sementara pembangunan infrastruktur sendiri gapnya masih banyak, kebutuhan masih besar, apalagi kalau jadi ibu kota pindah kan butuh lagi pembiayaan yang tak kecil," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel