Ini Tugas Berat Dirjen Pajak Baru

Bisnis.com,15 Okt 2019, 16:50 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu memperhitungkan sejumlah aspek dalam pemilihan calon Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak yang baru.

Selain tantangan di sektor penerimaan, pemerintah juga perlu mempertimbangkan tantangan pajak di tengah volatilitas global dan pemberian relaksasi perpajakan yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan saat ini ada banyak nama yang sebenarnya bisa menjadi pemimpinan di otoritas pajak. Kendati demikian, dia aenggan menyebutkan sosok yang dinilainya cocok sebagai Dirjen Pajak.

"Wah kalau itu tidak tahu, belum ada," kata Arif di Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Arif menjelaskan bahwa tugas Dirjen baru tak mudah. Ada beberapa persoalan yang perlu diselesaikan, apalagi tren beberapa indikator penerimaan pajak masih belum menunjukkan perbaikan.

Pertama, realisasi penerimaan pajak hingga akhir Agustus 2019 mencapai Rp801,16 triliun atau tumbuh 0,21% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp799,46 triliun masih terbilang rendah.

Kedua, rendahnya pertumbuhan penerimaan pajak periode Januari-Agustus 2019 menunjukkan bahwa tambahan database yang diperoleh dari program Tax Amnesty belum dimanfaatkan secara optimal.

Ketiga, tax ratio Indonesia pada 2017 adalah 11,5%, di bawah rata-rata dari negara anggota OECD (34,2%) dengan selisih sebesar 22,7 persentase poin, dan juga di bawah rata-rata kawasan LAC (Latin America and the Caribbean) dan Afrika (masing-masing sebesar 22,8% dan 18,2%).

Keempat, PwC menyebut peringkat kemudahan membayar pajak Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara seperti Jepang, Malaysia apalagi Korea. Indonesia menempati posisi ke 112 dari 190 negara yang disurvei.

"Peringkat kemudahan membayar pajak berdasarkan 4 indikator, yakni total tax & contribution rate [TTCR], time to comply, number of payments serta post-filing index," imbuhnya.

Kelima, mengingat kembali fungsi pajak. Pengelola pajak tidak sekadar memungut pajak sebanyak-banyaknya, lebih dari itu, juga menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat agar tidak menghambat perekonomian tetapi justru kebijakan dan strategi yang dapat menggerakkan perekonomian ke arah yang lebih berkualitas.

"Ada banyak pilihan sebenarnya, mau dari kalangan eselon 1 maupun eselon 2. Tapi dari luar institusi juga bisa dipertimbangkan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini